Mohon tunggu...
Giorgio Babo Moggi
Giorgio Babo Moggi Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar yang tak berhenti untuk menulis

Dream is My Life's Keyword.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Poros Makasar : Kekuatan Lain di Luar Parlementer (Mengurai Teka-Teki Calon Pendamping Jokowi)

18 Mei 2014   00:49 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:25 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sosok yang akan mendampingi Jokowi masih misteri meskipun Jokowi telah membuka sedikit tabir misteri itu. Misalnya, ia menyebutkan calon wakil presiden berasal dari luar Jawa. Seminggu terakhir ini, ia pelan-pelan menguak misteri dengan menyebut calon pendampinginya adalah putra Makasar. Isyarat ini semakin jelas, pernyataan akan mengarah kepada dua nama; Jusuf Kalla dan Abraham Samad. Lalu, siapakah di antara putra Celebes ini yang berpeluang?

Jusuf Kalla vs Amien Rais

Jusuf Kalla adalah salah satu tokoh dari kalangan non PDIP yang 'kepincut' dengan Joko Widodo. Itu sejak Jokowi dicalonkan sebagai gubernur DKI. Ia mendukung dan menyambut 'kedatangan' Jokowi ke Jakarta. Sikap yang sama pula, JK mendukung Jokowi maju sebagai calon presiden RI periode 2014-2019.

Sikap JK berbeda dengan Amien Rais (AR), sosok 'negarawan', mantan Ketua MPR RI ini. AR mengeritik pedas Jokowi baik sebelum maupun sesudah menjadi gubernur – apalagi ketika dicalonkan menjadi presiden. Dari dua sosok ini, kita dapat melihat siapa sosok negarawan sejati dan siapa yang bukan.

Seorang negarawan tentu ia mengalahkan ego pribadi dan kelompoknya ( atau partai). Ia berbicara obyektif dan terukur serta menyejukan semua pihak. Di sini letak perbedaan antara JK dan AR. AR cenderung 'berprasangka' buruk. Ia kadang tidak lagi menggunakan pisau bedah akademik yang dimilikinya. Apa yang dimiliki atau dilakonkan oleh 'lawan' politik partai atau pribadinya selalu dinilai negatif. Jangan khan Jokowi, Megawati dan alm. Gus Dur pun pernah merasakan pedasnya kata-kata AR.

JK menampakan sosok yang lugas. Sikapnya blak-blakan seperti kebanyakan orang Indonesia bagian Timur. Namun, ia memiliki sikap yang santun dalam berpolitik. Ia mengedepankan etika dan obyektifitas ketimbang hasrat atau 'libido' politik partai dan mungkin pribadinya.


Sebagai seorang negarawan, pola pandang JK mejangkau luas termasuk pandangannya tentang kepemimpinan nasional. Sehari sebelum Pileg 2014, JK diwawancarai oleh Televisi Australia (ABC) melalui ‘teleconference’ menyatakan dengan tegas; INDONESIA MEMBUTUHKAN PEMIMPIN YANG MEMILIKI KEMAMPUAN BELAJAR CEPAT. JOKOWI MEMILIKI KEMAMPUAN TERSEBUT.

Mengapa Jokowi? Bukan Aburizal, Prabowo atau Wiranto? Jika berbicara kedekatan, JK lebih dekat dengan mereka daripada Jokowi. Tentu JK mengenal mereka secara luar-dalam sejak sama-sama berlindung di bawah pohon beringin (Golkar). Namun demikian, JK tidak mengekspose masa lalu mereka. Lagi, ini kesantunan politik JK; mengagumi Jokowi tetapi tidak melukai yang lain.

Menyimak pernyataannya di media Australia di atas terkandung harapan bahwa saatnya Indonesia harus dipimpin oleh generasi muda. Jokowi memenuhi kategori itu dari antara capres-capres yang ada. Ia tidak hanya muda tetapi responsif (cepat tanggap), energik dan memiliki "fastest learning skills". JK sadar Indonesia memiliki kompleksitas persoalan yang butuh penanganan cepat.

Poros Makasar

Ada tiga tokoh besar Makassar saat ini. Mereka adalah B. J. Habibie, Jusuf Kalla, dan Abraham Samad. Sebagai seorang teknokrat, Habibie tidak diragukan lagi kemampuannya. Demikian sebagai pejabat politik, Habibie menampilkan sosok negarawan yang sejati. Jejak perjalanan kariernya, boleh dibilang ia telah makan asam-garam. Semenjak ia ‘lengser’ dari tahta, ia mengasingkan diri dari panggung politik Indonesia, dedikasikan hidupnya untuk keluarga, bakat dan keahlian yang membesarkannya. Namun, cintanya pada negeri tidak pernah mati. Berbagai inovasi di dunia kedirgantaraan tidak pernah sepi. Ini adalah wujudnya berbakti pada negeri.

Pandangan tentang kepemimpinan nasional sangat menggugah dan membangkitkan kesadaran kaum muda. Dengan gaya jenakanya, ia menyatakan secara lugas bahwa presiden yang akan datang harus berkisar 50-60 tahun. Habibie memang tidak menyebut secara langsung sosok yang layak, tetapi dengan melihat foto dan menebak usia sosok yang ada di foto tersebut, mengisyaratkan ia sepakat dengan pencalonan Jokowi.

Demikian JK, ia lebih lugas dari seniornya, B.J. Habibie, menyatakan dukungannya kepada Jokowi baik sebagai gubernur maupun calon presiden RI. Sedangkan Abraham Samad (AS) adalah kader muda Makasar yang berpotensial. Belakangan ia terlihat dekat dengan Jokowi. Dengan kapasitas yang disandangnya saat ini, tidak ada yang tidak mungkin menjadikan ia sebagai pemimpin masa depan. Sikap tegas dalam upaya pemberantasan korupsi menjadi modal untuk mendongkrak kapasitas kepemimpinan ke level yang lebih tinggi.

Tiga tokoh ini akan menjadi ‘poros’ tersendiri di luar parlement untuk menentukan sosok yang mendampingi Jokowi.  Akan terjadi kalkulasi matematika politik PDI Perjuangan untuk menentukan pendamping Jokowi yang lebih menjanjikan. Tentu Jokowi dan tim harus peka-peka pernyataan mantan presiden dan wakil presiden RI di atas. Dari tiga nama, terisa dua nama yang yang mengerucut  yakni Jusuf Kalla dan Abraham Samad.

Abraham Samad

Mengingat usia, baik B. J. Habibie dan Jusuf Kalla tidak mungkin bertarung lagi di Pilpres 2014. Mereka akan lebih tepat menjadi negarawan sejati atau menjadi penasihat para pemimpin. Dari komentar B. J. Habibie tentang syarat umur presiden yang akan datang di bawah 60 tahun, ini juga mengisyaratkan calon wakil presiden. Syarat ini tidak akan memuluskan langkah JK.

JK sendiri pun dalam berbagai kesempatan mengharapkan pemimpin yang muda, energik, dan memiliki kemampuan belajar yang cepat. Maka syarat ini juga berlaku untuk calon wakil presiden yang mendampingi Jokowi. Lalu siapakah tokoh muda yang layak untuk mendampingi Jokowi?

Dari sederetan tokoh muda Indonesia yang masuk ‘nominasi’ baik calon presiden maupun calon wakil presiden, hanya Abraham Samad-lah yang berasal dari luar Jawa. Ini sejalan dengan kehendak Jokowi untuk mencari pasangannya dari luar Jawa.
Sosok AS yang muda, energik, bersih dari korupsi, dan tegas menjadi pertimbangan Jokowi dan tim pemenangan pemilu PDIP untuk meminangnya. Ia akan menjadi pemimpin yang sepadan dengan Jokowi. Jika AS yang dipilih, maka Indonesia akan menacatat sejarah sebagai bangsa yang benar-benar hebat dipimpin oleh tokoh muda yang tidak tersangkut orde masa lalu.

Dari gerak gerik politik JK sendiri, ia lebih cenderung mendorong tokoh muda untuk mendampingi Jokowi meskipun arus dukungan partai dan masyarakat kuat kepadanya. Ini akan terjadi, hanya jika JK konsisten dengan pernyataannya. Jika sikap ini yang ditempuh maka JK akan tetap dikenang sebagai negarawan yang tidak haus kekuasaan dan selalu di hati rakyat.

Melihat gelagat politik akhir-akhir ini, kehadiran Jokowi di Makasar semakin mengarah tokoh Makasar yang akan mendampinginya; Jusuf Kalla atau Abraham Samad. Jika menyimak berbagai pernyataan JK, saya menemukan sikap kenegarawan JK untuk memberikan jalan bagi AS menjadi pendamping Jokowi. JK akan lebih mengedepankan kearifan politik daripada hasrat politik untuk menjadi wakil Jokowi pada saat Indonesia pada umumnya dan Makasar pada khususnya memiliki tokoh muda berpotensial seperti Abraham Samad. Jika pencalonan AS berjalan mulus, maka proses kaderisasi poros Makasar berjalan sempurna dan menentukan keputusan PDI Perjuangan di luar gelanggang politik yang melibatkan berbagai partai (gbm) ***

Townsville, 17 Mei 2014

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun