Dibalik awan hitam, bercak cerita menggerutu.
Membahas keracunan di udara, pelaku tak sampai. Tuntas hukum selesai.
Dibalik kata-kata ia bergelora, kalimat sungguh takut: akan paragraf yang tidak stabil.
Mereka berteriak kencang untuk kaumnya, tapi tunduk pada umat penguasa.
Merasa hebat ketika menindas kaumnya, merasa wibawa jika tak bersuara lantang untuk membasmi benalu.
Berseragam rayakan jabatan, tapi tunduk pada hitam menghantam hijau, orange hingga putih.
Tersaingi jika ada yang lebih bijak, memunaskan dengan cara feodalisme
Kata-kata tetap mengerutu kenapa aku yang harus disingkirkan.
Banyak harapan pada kalimat-kalimatku tentang perlawan bukan penjilatan.
Rayuan manisnya membeli kekuasaan, hanya aku yang terpa keadilan, meski makna adil disembunyikan di dalam karung.
Berkumpul untuk pencitraan, nadirnya kekayaan mendekati penguasa agar nyaman dan berseragaman.
Kenapa aku yang disingkirkan? karena aku bukan barisan kata yang dikhendaki.
Kalimat-kalimatku liar, tak bisa diatur oleh dalang berwajah sangu.
Dan aku tetap disingkirkan, meski kalimatku indah dan bermakna.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI