Mohon tunggu...
Bee Qolbi
Bee Qolbi Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Universitas Negeri Malang dan santri PPTQ Nurul Furqon

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mahar Kebohongan

13 Februari 2017   22:02 Diperbarui: 13 Februari 2017   22:08 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Itu anak saya, Ryo namanya. Usianya dua tahun. Saya menikah dengan istri saya karena ayah saya meninggal secara tiba-tiba. Ibu bilang, saya harus menikah di hadapan jenazah ayah saya. Waktu itu, kamu baru berangkat ke Jakarta dan tak mungkin menuggu kamu, Ra. Saya mencoba hubungi Kamu, tapi, nomor Kamu tidak aktif. Akhirnya, Saya mengiyakan pilihan ibu saya. Menikahlah saya. Entahlah. Perlahan, saya mulai mencintai istri saya, tapi, saya tidak pernah lupa bahwa saya pernah menjanjikan mahar pada seorang anak gadis yang jauh di sana. Saya ingat, bahkan saat istri saya meninggal, ada setitik kebahagiaan dan harapan, bahwa saya masih bisa menikahi gadis itu. Kamu, Ra.”

Rara terkejut. Tapi masih enggan menatap Pak Ryan. “Lalu?”

“Semua tergantung Kamu. Saya duda, usia kita terpaut 8 tahun dan saya sudah memiliki seorang anak.”

“Bagaimana bisa saya menolak mahar yang telah saya terima 5 tahun lalu, Pak?” Mereka saling tersenyum dan memeluk, ibu mengusap air matanya melihat kedua anak yang diinginkannya saling bertemu.

***

“Tapi, itu hanya dalam novel saya. Cerita yang alurnya bisa saya tentukan sendiri. Sedangkan saya hanya manusia yang tak bisa mengatur kehidupan saya yang sebenarnya. Yang sebenarnya terjadi adalah, saya benar-benar ditinggalkan oleh dirinya. Istrinya tidak meninggal, bahkan mereka telah memiliki dua orang anak. Bagaimana mungkin saya tega merusak rumah tangga mereka? Apa saya harus menunggu Kamu menduda, Bapak? Tapi, sampai kapan?”

Ucap Rara menutup acara launching novel terbarunya. Dihadapan wartawan, Rara tak menyembunyikan air matanya. Dia benar-benar merindukan gurunya yang dia cintai.

***

Jauh di sebuah desa di Malang sana, lelaki itu melepas kacamatanya dan memandang dua buku yang baru saja dikirim oleh tukang pos. pikirannya kacau seketika. Seorang anak kecil berusia dua tahun sedang asyik memainkan mobil-mobilan yang baru saja dibelikan ayahnya. Di samping anak itu, seorang wanita menggendong anak bayinya. Wajahnya menunjukkan rona bahagia, sempurna sudah kehidupannya memiliki suami dan dua orang anak.

Rara, apa kabarmu? Gadis yang aku nanti tujuh tahun lamanya.

Secara sembunyi, dia menyeka air matanya. Menyembunyikan pahit yang dia telan. Mungkin tak sepahit rasa sakit yang ditelan Rara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun