Mohon tunggu...
Muhammad Irfan Ayyubi
Muhammad Irfan Ayyubi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Seorang bapak satu anak. Mahasiswa prodi Sastra Indonesia Universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Si Burung Kecil dan Malam-Malam Penuh Harap

27 November 2020   20:29 Diperbarui: 27 November 2020   20:41 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Si Burung Kecil dan Malam-Malam Penuh Harap

Lirih suara angin terdengar. Menyeruak di malam-malam mencekam. Menghembus ke penjuru semesta, si burung kecil di sana mendengarnya, dalam sangkar emasnya.

Si burung kecil di sana, dalam sangkar emasnya. Menanti hari terkutuk itu. Hari di mana ia akan dibawa oleh pemburu muda dalam genggamannya, untuk seumur hidup bernyanyi tanpa arti sampai mati dalam sangkar emasnya.

Sang Angin yang tak terlihat di matanya, merintih dan merintih.

"Kapan lagi kau akan terbang dalam pelukanku? Oi, burung kecil!"

Sang burung dalam sangkar emas melompat-lompat, kepaknya dibatasi jeruji. Menghirup udara bebas sebatas impian belaka. Ia akan memiliki nasib yang sama. Seperti induk betinanya. Terkurung dan terpenjara, membangkai di sana. Di sangkarnya yang berjeruji emas, bertahtakan berlian dan intan permata. Dunia dalam sangkar yang begitu memuakkan. Memilukan. Tetesan air mata bukanlah jawaban.

"Mengapa tak kau bunuh mereka dalam pusaran badaimu, wahai angin?" Rintih sang burung kecil.

Angin itu hanya bersuara, lirih, melantunkan melodi-melodi putus asa. Hembusannya bahkan tak sanggup menjamah tubuhnya. Sangkar besi menahan segalanya, bahkan udara di dalamnya penuh racun, membuat si burung kecil sesak, terkapar, tak berdaya. Sementara mata lemahnya menyaksikan burung-burung di angkasa terbang dengan riangnya, berputar dan menari, bermanuver dengan kecepatan tinggi, sayap-sayap penuh energi, terasa seakan meludahinya, mengolok-oloknya. Membuat tubuh dan asanya semakin ringkih.

Pemburu muda datang sesekali, mengunjunginya. Memintanya bernyanyi dengan acungan senapan mengarah padanya. Namun si burung kecil tak sudi bernyanyi. Makan pun enggan. Si burung kecil terlihat semakin kurus. Tak lagi terlihat bahagia di mata beningnya.

"Makanlah, kau burung kecilku! Sayangku!" Bentak si pemburu.

Si burung kecil tak melirik padanya. Sungguh pemburu yang menjijikkan. Ia lah yang akan merampas segalanya, kebebasannya, kehidupannya, jiwa dan raganya. Ia begitu membencinya. Namun ia tak sanggup memuntahkan bara di matanya. Tak sanggup meluluh lantakkan si pemburu dengan gemuruh kilat dan petir dalam dadanya. Ia terlalu takut pada Sang pemburu tua. Pemburu tua telah membuatnya terperangkap dan terbelenggu pada kegelapan. Pada ujung senapan. Ia hanya dapat meronta dan meminta, pada-Nya : Sang Maha Raja, yang memiliki segala. Penguasa langit dan bumi, penguasa di atas penguasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun