Mohon tunggu...
Ayu SittaDamayanti
Ayu SittaDamayanti Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang ibu rumah tangga jebolan ilmu hukum, pecinta sastra dan parenting

Ibu rumah tangga dan dunianya

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tentang Cinta, Semangat dan Perjuangan Ibu

22 Desember 2022   16:02 Diperbarui: 22 Desember 2022   16:06 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Ibuku di usia senjanya dengan dedikasinya pada dunia pendidikan : Dok. Pribadi)

Dari Abu Hurairah radliallahu `anhu : Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam sambil berkata "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berbakti kepadanya? " beliau menjawab "Ibumu." Dia bertanya lagi "Kemudian siapa?" Beliau menjawab "Ibumu." Dia bertanya lagi "kemudian siapa lagi?" beliau menjawab "Ibumu." Dia bertanya lagi "Kemudian siapa?" Dia menjawab "Kemudian ayahmu." (HR. Bukhari)

Bicara tentang ibu, tak pernah ada kata yang cukup untuk menyanjungnya. Begitu besar cinta dan pengabdiannya pada keluarga hingga bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya.

Sugiyanti namanya, usianya menjelang 60 tahun. Ia adalah inspirasi terbesar dalam hidupku, akan kutuliskan kisahnya.

Ibuku adalah anak kelima dari sembilan bersaudara, terlahir dari pasangan sederhana di sebuah desa kecil kecamatan Sanden, kabupaten Bantul, Yogyakarta. Almarhumah ibunya adalah seorang pedagang bumbu dapur di pasar, almarhum ayahnya seorang veteran perang dengan pensiunan yang tak seberapa sehingga membuatnya menjadi petani dan buruh bangunan.

Sugiyanti adalah sosok anak perempuan yang cantik, rajin dan pintar semenjak kecil. Sedari SD ia terbiasa dengan aktivitas sekolah, pekerjaan rumah, mengasuh adik-adiknya serta membantu sang ibu berjualan tentunya bahu-membahu bersama saudara lainnya yang belum menikah saat itu.

Ketika ia lulus SD, ia enggan segera menikah seperti kakak-kakaknya yang lain. Ia ingin tetap bersekolah agar bisa menjadi seorang guru. Hingga akhirnya ada saudara jauh yang menawarkan menyekolahkannya ke jenjang SMP dengan syarat ikut bersamanya ke Lampung. Tergiur tawarannya, Sugiyanti muda setuju. Namun, ternyata janji tinggallah janji. Ia disana dijadikan pesuruh dirumahnya, mengurus rumah hingga menjadi buruh tani selama 1 tahun lebih. Namun, semangatnya untuk bersekolah membuatnya tak kehilangan akal untuk bisa pergi dari rumah itu. 

Dengan bantuan tetangganya yang sangat baik di sana, kala itu tetangga tersebut hendak pulang kampung ke daerah Jawa Tengah. Atas sarannya ia menulis surat yang berisi bahwa ia minta dijemput karena sakit keras setelah tidak disekolahkan. Tujuannya agar keluarga Ibuku segera menjemputnya tanpa menunda-nunda waktu lagi. 

Seperti semesta mendukungnya, dikapal Feri sang tetangga tersebut bertemu oarng yang ternyata satu kecamatan dengan alamat surat yang dituliskan Ibuku yang hanya tertulis nama Ranu Pawiro, Tinggen dan Sanden. Atas pertolongan Allah, orang baik yang sampai sekarang ibuku tak tahu siapa namanya dan alamatnya itu memutari kampung sekecamatan dan akhirnya menemukan rumah ibuku.

Singkat cerita, Ibuku akhirnya dijemput oleh ibu, bapak dan seorang kakak laki-lakinya. Katanya mbah putriku itu sampai menjual kalung emas satu-satunya untuk ongkos kesana.

Sekembalinya ia ke kampung halaman, melihat tekad ibuku akhirnya dengan bantuan mbah buyutku saat itu ibuku melanjutkan ke salah satu MTS milik Muhammadiyah di kabupaten Kulonprogo Yogyakarta setelah tertunda selama 2 tahun. Ia tinggal bersama mbah buyut karena jarak tempuh ke sekolah lebih dekat sekitar 3 km. 

Berbekal sepeda ontel, ia bersyukur bisa bersekolah kembali, tak ada kata malu meski pernah tertunda 2 tahun. Dengan penuh tekad semangat, sebelum berangkat sekolah ia akan membantu membuat "kethak' sebuah jajanan khas Kulonprogo Yogyakarta, yang akan dijual oleh mbah buyutku. 

Selepas lulus SMP, ibuku melanjutkan ke SPG. Ia senang selangkah lagi bisa menggapai mimpinya menjadi guru. Namun, baru lulus SPG, ia dilamar oleh laki-laki yang 10 tahun lebih tua darinya. Katanya beliau adalah anak tuan tanah dari desa tetangga. Wajar ia jatuh hati pada ibuku karena ibuku saat itu merupakan salah satu kembang desa di desanya. Ya, lelaki itu adalah Bapakku. Saat itu Beliau sudah menjadi guru SD,  PNS di pelosok desa di Kabupaten Indramayu Jawa Barat.

Menikah dan merantau ke tempat yang asing dan jauh dari saudara. Tinggal di rumah dinas tua dan sederhana dengan gaji guru SD yang pas-pasan pada zaman itu, tak membuat ibuku hilang akal. Selain menjadi guru honorer dengan upah tak menentu ia juga berjualan jajanan dan aneka alat tulis di sekolah. Karena itulah kedua orang tuaku berhasil menyekolahkan kami berdua (aku dan adikku) hingga jenjang sarjana. Aku hingga lulus sebagai Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, dan adikku yang hingga kini tengah menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Psikologi di salah satu Universitas swasta di yogyakarta. 

Ibuku yang rajin dan apik bekerja sama dengan Bapaku, mampu menyulap perumahan guru yang tua dan rapuh menjadi indah tertata dan nyaman. Aneka bunga indah tumbuh rapih di depan rumah. Ibuku pandai mengatur keuangan. Terampil memasak dengan uang seadanya tak hilang nilai gizinya tetap 4 sehat 5 sempurna meski daging sapi hanya tersaji ketika Idul adha atau Idul Fitri tiba.

(Foto hasil kebun memanfaatkan pekarangan rumah: Dok. Pribadi)
(Foto hasil kebun memanfaatkan pekarangan rumah: Dok. Pribadi)

Menjelang Bapak pensiun, ibuku menjadi guru madrasah. Ia mulai aktif di kegiatan pengajaran ilmu agama dan baca tulis Alquran. Profesi itu berlanjut hingga Bapakku pensiun dan pindah ke kampung halaman Bapakku di Sarengan, sebuah desa kecil di kecamatan Sanden kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Semakin tua semakin aktif itulah ibuku. Hingga kini ia masih mengajar di 3 TK, dan 2 TPA. Ia pun aktif sebagai anggota Aisyiyah. kegiatan Aisyiyah yang banyak bergerak di bidang pendidikan agama dan kegiatan sosial ini membuat ibuku merasa lebih bermanfaat untuk sekitar. 

(Ibu dan kegiatan Aisyiyah : Dok.Pribadi)
(Ibu dan kegiatan Aisyiyah : Dok.Pribadi)

Luar biasanya lagi dari sosok wanita ini, ia tak mau digaji untuk perannya mengajar di TK dan TPA. Dari dirinya aku belajar bahwa berbagi ilmu itu tak harus selalu diukur dengan materi. Ajaibnya, ada saja pertolongan atau kiriman makanan pada saat-saat dibutuhkan. 

(Foto ibuku di acara pembinaan ustadz dan ustadzah : Dok. pribadi)
(Foto ibuku di acara pembinaan ustadz dan ustadzah : Dok. pribadi)

Usia senja juga tak menyurutkan semangatnya terus menimba ilmu. Senantiasa hadir setiap ada kesempatan untuk belajar dan belajar lagi untuk kemudian ditransfer kembali kepada yang lain. Salah satunya ia memiliki kegiatan dirumahnya setiap dua kali dalam sebulan diadakan belajar mengaji bagi ibu-ibu didesanya. Dari belajar huruf hijaiyah hingga menghafal surat-surat pendek Alquran.

(foto belajar mengaji bersama : Dok. Pribadi)
(foto belajar mengaji bersama : Dok. Pribadi)

Sibuk dengan kegiatan dibidang pendidikan tak menjadikannya lupa dengan berolah raga untuk menjaga kesehatannya. Hobinya semenjak muda adalah berkebun dan senam. Kini ia bergabung dengan grup senam lansia dan juga rutin mengadakan senam bersama ibu-ibu di kampung, memanfaatkan halaman rumahnya yang asri dengan aneka tanaman hias, tanaman obat dan pohon buah-buahan hasil kolaborasinya dengan bapakku.

(foto Ibuku dan grup senam lansia : Dok. Pribadi)
(foto Ibuku dan grup senam lansia : Dok. Pribadi)

Tetap sehat, cantik meski tak pernah tersentuh skin care dan bermanfaat bagi sesama itulah ibuku diusia senjanya. Selamat hari ibu duhai wanita tercantik & terhebat. Surgaku dan madrasah pertamaku. Bersama doaku yang terus melangit untukmu dan Bapak, semoga di suatu hari yang indah akan datang paket skin care untukmu agar semakin glowing dan menambah semangatmu berbagi menebar kebaikan. Semoga panjang usiamu menyaksikan kami berjuang sampai akhir untuk membingkai senyuman abadi.

(foto Ibuku senam di halaman rumah : Dok. Pribadi)
(foto Ibuku senam di halaman rumah : Dok. Pribadi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun