Selepas lulus SMP, ibuku melanjutkan ke SPG. Ia senang selangkah lagi bisa menggapai mimpinya menjadi guru. Namun, baru lulus SPG, ia dilamar oleh laki-laki yang 10 tahun lebih tua darinya. Katanya beliau adalah anak tuan tanah dari desa tetangga. Wajar ia jatuh hati pada ibuku karena ibuku saat itu merupakan salah satu kembang desa di desanya. Ya, lelaki itu adalah Bapakku. Saat itu Beliau sudah menjadi guru SD, Â PNS di pelosok desa di Kabupaten Indramayu Jawa Barat.
Menikah dan merantau ke tempat yang asing dan jauh dari saudara. Tinggal di rumah dinas tua dan sederhana dengan gaji guru SD yang pas-pasan pada zaman itu, tak membuat ibuku hilang akal. Selain menjadi guru honorer dengan upah tak menentu ia juga berjualan jajanan dan aneka alat tulis di sekolah. Karena itulah kedua orang tuaku berhasil menyekolahkan kami berdua (aku dan adikku) hingga jenjang sarjana. Aku hingga lulus sebagai Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, dan adikku yang hingga kini tengah menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Psikologi di salah satu Universitas swasta di yogyakarta.Â
Ibuku yang rajin dan apik bekerja sama dengan Bapaku, mampu menyulap perumahan guru yang tua dan rapuh menjadi indah tertata dan nyaman. Aneka bunga indah tumbuh rapih di depan rumah. Ibuku pandai mengatur keuangan. Terampil memasak dengan uang seadanya tak hilang nilai gizinya tetap 4 sehat 5 sempurna meski daging sapi hanya tersaji ketika Idul adha atau Idul Fitri tiba.
Menjelang Bapak pensiun, ibuku menjadi guru madrasah. Ia mulai aktif di kegiatan pengajaran ilmu agama dan baca tulis Alquran. Profesi itu berlanjut hingga Bapakku pensiun dan pindah ke kampung halaman Bapakku di Sarengan, sebuah desa kecil di kecamatan Sanden kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Semakin tua semakin aktif itulah ibuku. Hingga kini ia masih mengajar di 3 TK, dan 2 TPA. Ia pun aktif sebagai anggota Aisyiyah. kegiatan Aisyiyah yang banyak bergerak di bidang pendidikan agama dan kegiatan sosial ini membuat ibuku merasa lebih bermanfaat untuk sekitar.Â
Luar biasanya lagi dari sosok wanita ini, ia tak mau digaji untuk perannya mengajar di TK dan TPA. Dari dirinya aku belajar bahwa berbagi ilmu itu tak harus selalu diukur dengan materi. Ajaibnya, ada saja pertolongan atau kiriman makanan pada saat-saat dibutuhkan.Â
Usia senja juga tak menyurutkan semangatnya terus menimba ilmu. Senantiasa hadir setiap ada kesempatan untuk belajar dan belajar lagi untuk kemudian ditransfer kembali kepada yang lain. Salah satunya ia memiliki kegiatan dirumahnya setiap dua kali dalam sebulan diadakan belajar mengaji bagi ibu-ibu didesanya. Dari belajar huruf hijaiyah hingga menghafal surat-surat pendek Alquran.