Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Penari yang Tak Ingin Menari Lagi

3 Juni 2022   15:37 Diperbarui: 3 Juni 2022   15:51 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto: ep00.epimg.net/Pinterest

Jika aku mengajakmu menari sepertiku, apa kau bersedia? Mungkin aku bisa sedikit mengajarimu bagaimana berbicara dengan gerakan. Seluruh bagian tubuhmu akan mewakili suara dari bibirmu. Mulai dari ujung jari, dada, paha, tumit bahkan kedipan kelopak matamu juga menari.

Setidaknya itulah yang kulakukan sekian tahun lamanya untuk menghibur penonton. Aku dan yang lainnya bertugas menggairahkan hati yang kaku dan beku seperti yang kau miliki. 

Seorang penari bukan sekedar membalut tubuh semenarik mungkin, berias sesuai spirit yang dibawa, bahkan detak jantungmu akan mengikuti alur lagu jenis manapun.

Menari tidaklah sesederhana yang kau pikirkan, jika kau menjalaninya bukan untuk menerima bayaran. Menari terlalu istimewa untuk satu jawaban: enggan.

"Benarkah?"

"Lalu kenapa kakak ingin berhenti. Apa karena kakak sudah merasa terlalu tua?" kau menanyaiku dengan mata amat polos. 

Bukan menjawab, aku malah asyik memperhatikan bibir merahmu saat mengulum permen karet. Tampak lebih sensual seperti saat Kris menghangati malam-malam kami.

Tak seorang pun bisa menolak takdir hidup yang diberikan Sang Kuasa. Begitu pun denganku. Saat masih belia dan lelaki desa tak ada yang berpikir melamarku. Bahkan bujukan mama tak bisa menghiburku.

Aku merasa malu karena dua adikku sudah mendahului, bahkan yang pertama akan segera punya anak.

Terpaksa aku  meninggalkan kampung halaman dan menumpang mobil pengantar pupuk yang kembali ke kota, apapun risikonya. 

Tekadku sudah bulat, dan kedua tangan kosong ini kusiapkan untuk mengadu nasib. Bekerja apa saja, asal bisa makan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun