Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Ingin Punya Boneka

7 Januari 2022   05:40 Diperbarui: 7 Januari 2022   07:47 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Aku Ingin Punya Boneka|foto: Pomme D'Amour Little/Pinterest

"Mengapa orang dewasa tak boleh punya boneka?" kataku dengan bibir dimajukan.

Sebenarnya aku mengerti, orang dewasa tidak pantas bermain layaknya anak kecil. Mereka harus menyibukkan diri dengan kegiatan yang lebih bermanfaat. Mencari nafkah dan mengurus keluarga. Sedangkan bermain boneka hanyalah hiburan bagi anak kecil. Titik.

"Jadi kau tetap mau beli boneka?" pertanyaan Sarah yang diiringi senyum, bernada nyinyir padaku. Tapi masa bodoh lah, yang penting dia mau menemani.

Sesampainya di toko boneka, gadis itu terpana tak berkedip. Bukan karena look boneka-boneka yang cantik dan modis layaknya remaja sekarang, tetapi karena label harga yang digantung di tangan boneka. 

"Gila! Ini kok bisa segini harganya? Ada yang setengah dari gaji kita, lho!


Aku cuma tersenyum kecil, tanpa memberi penjelasan pada Sarah.

"Mending uangnya buat makan enak di restoran..."katanya lagi sambil mengekor di belakangku, dan melihat kiri-kanan.

"Iya deh, entar aku traktir buat pengganti lelah..."

Akhirnya aku berhenti di depan sebuah boneka berambut coklat kemerahan. Gaya dikuncir dua menampakkan kesan imut. Dia memakai dasi merah dan kostum mirip jala. Sepasang boot berwarna moka dan kaus kaki yang tampak berbahan lembut. Menarik sekali. Meski sedikit seram karena terlihat ada bekas terbakar di wajahnya.

"Jangan bilang kalau kau ingin beli yang itu?!" Sarah melotot. Jujur wajahnya lebih menakutkan daripada boneka yang dia tunjuk.

"Ayolah Al, kita keluar dan cari barang lain asal bukan boneka!" gadis itu menyeretku.

"Tunggu!" aku menarik tanganku. 

Aku mengamati sesosok boneka perempuan bermata besar. Rambut pirangnya terkesan cantik dengan hiasan di bagian kiri. Dia mengenakan dress putih yang sepertinya dibuat dari serat alami.

"Mbak, saya mau yang ini dong!" pintaku pada penjaga toko.

"Berapa ya, harganya?"

"Wah, boneka ini tinggal satu, Mbak."

"Iya, saya cuma mau satu kok."

"Maksud saya, boneka ini sudah dibooking, Mbak. Cuma kami belum sempat menyimpannya."

Aku diam sejenak.

"Sudahlah Al," Sarah mulai menarikku lagi. Gadis itu benar-benar tak setuju aku membeli boneka.

"Siapa yang booking, Mbak?"

"Anak kecil, Mbak. Maksud saya dia diantar ayahnya."

"Tuh, kan!" sambar Sarah, lagi-lagi matanya melotot galak.

Akhirnya aku setuju untuk meninggalkan toko. Gontai meninggalkan rasa kecewa yang membatu.

Mengherankan memang. Bukan hanya Sarah, rekan kerjaku, yang tidak rela aku mempunyai boneka. Tapi juga Nino, cowok yang enam bulan ini jadi kekasihku.

Saat itu, ekspresi wajah Nino berubah. Antara kaget, dan juga merasa konyol. Apakah gadis seusiaku, masih perlu sebuah boneka untuk menemani tidur, atau untuk mengusir sepi? Bukankah itu konyol?

Mungkin aku akan menjadi satu dari seribu orang yang tidak menginginkan sebuah boneka. Tak peduli apapun alasannya. Keinginanku itu sungguh tidak masuk akal!

Mainan orang dewasa abad ini adalah media sosial, game online dan mungkin juga travelling. Itu sama sekali tidak kedengaran aneh. 

"Apakah kau kesepian?" tanya Nino akhirnya.

"Kau bisa ngobrol apa aja untuk mengeluarkan uneg-uneg di hatimu, nggak harus cerita ke boneka, Sayang..."

Begitulah tanggapan Nino. Dia bahkan bersedia mengantarku ke psikiater bila aku siap. Dia akan membantuku melewati apapun yang mengganggu perasaanku.

Aku ingin punya boneka, hanya itu. Sederhana saja. Setiap orang pasti mempunyai keinginan dan sudut pandang. Apakah, boneka-boneka yang diciptakan dengan kreasi yang rumit dan menarik, hanya dibuat untuk anak kecil saja? Hanya untuk mereka bermain?

Boneka-boneka itu adalah hasil imajinasi. Mulai dari boneka cantik, lucu, menggemaskan, bahkan boneka hantu yang dipopulerkan beberapa film.

Tapi dengan cara apa aku bisa menjelaskan, bahwa aku hanya menyenangi dan ingin memiliki. Mungkin satu, atau mungkin juga dua. 

Sama kalau aku ingin makan es krim, yang biasanya identik dengan anak-anak. Apakah aku juga terlihat ganjil? Dan harus memberi sebuah alasan?

Entahlah. Aku pusing.

***

Ayra Amirah untuk Kompasiana

Kota Tepian, 7 Januari 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun