"Permisi..." sebuah suara mengejutkan Naura.
"Wahai pohon yang dipenuhi bunga putih yang cantik, kami yakin engkau mempunyai jiwa, atau mungkin semacam penunggu yang tak terlihat..."
Tanpa ia sadari, seorang lelaki agak tua berdiri di dekatnya dengan sebuah keranjang anyaman.
"Aku harap kau mau menolongku," katanya lagi.
Naura memperhatikan sosoknya. Rasanya cukup asing. Ia pasti tak pernah datang sebelumnya. Tidak juga untuk berburu. Lalu apa yang mendorongnya sampai kemari?
"Aku baru saja menikah di usia setua ini. Dan istriku sedang mengandung anak pertama kami. Istriku tidak mengidam makanan apapun, kecuali menginginkan sekeranjang bunga dari dalam hutan. Jadi apa kau tidak keberatan jika aku memetiknya?"
Naura tertegun, kagum. Ia senang mendengar kisah bayi yang akan dilahirkan. Apalagi seorang bayi perempuan. Lalu seorang calon ayah akan sungguh-sungguh memerhatikan mereka. Kedengarannya seperti sebuah keluarga yang bahagia.
Jika para suami mencurahkan hidupnya untuk mencintai Sang Pencipta, pastilah kepada sesama ia akan penuh cinta kasih, termasuk kepada keluarganya.
Seorang istri ketika merasakan guyuran kesetiaan dan pengorbanan sang suami, pastilah merasa malu dan terhina, jika tak membalas dengan kasih sayang dan kesetiaan yang sama.
Bayi-bayi mungil yang lahir dari rahim wanita berbudi, dibesarkan dari tangan lembut dan dekapan hangat, tak ada jalan lain untuknya. Mereka akan memilih pangkuan ayah bundanya untuk pulang dan berbakti.
Jika dunia dipenuhi orang-orang yang tulus, tak perlu ada keserakahan untuk menghilangkan dahaga dan lapar sehari. Satu-satunya yang menjerat orang dalam ketamakan, adalah impian bahwa ia akan hidup kekal di dunia ini. Oh.