Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sarah, Lupakan Saja Alya

1 Oktober 2021   18:50 Diperbarui: 2 Oktober 2021   04:57 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Sarah, Lupakan saja Alya|foto: klikdokter.com

Hujan yang turun deras, membuat Alya menepi sebelum sampai tujuan. Usai memarkirkan motor, ia mengeluarkan tissue dari dalam tas, lalu mengeringkan wajahnya yang basah.

Tak lupa dia menghidupkan ponselnya, berusaha menghubungi Sarah. 

Sial, ternyata di sini tak ada sinyal. Alya tampak panik. Sarah mungkin mengira dia ingkar janji.

Apa boleh buat, ia tak bisa terus nekat. Kemeja ungu dan rok hitamnya sudah basah kuyup. Alya rela menerobos hujan demi Sarah, tapi tidak untuk banjir di hadapannya. 

*

Di kamarnya, Sarah menjadi pesakitan menunggu mati. Berat badannya turun drastis, ditambah bayangan hitam di bawah mata. 

Sarah membetulkan selimutnya. Ia ingin sekali menelepon Alya, tapi harus melalui mama. 

Sejak menderita sakit, ia tak diizinkan menggunakan ponsel. Harus menghindari radiasinya. Membaca buku sekolah pun tak boleh. Pikirannya tak boleh bekerja keras, sampai Sarah pulih dan sembuh.

Dengan malas, diliriknya jam di dinding. Seharusnya Alya sudah sampai. Mungkin sebentar lagi, pikirnya.

Sebenarnya Alya sudah tahu, tentang sakit yang dideritanya. Tapi karena banyaknya tugas-tugas sekolah, ia baru bisa datang lagi setelah sebulan. Itu pun kalau ia benar-benar datang.

Persahabatan antara dirinya dengan gadis berambut panjang itu, dimulai sejak Alya pindah ke sekolahnya. Mereka duduk sebangku, dan cepat menjadi akrab.

Sarah suka karena Alya cerdas, dan sangat sabar menghadapi dirinya. Sementara yang lain hanya berbasa-basi.

Cap gadis sombong memang tak lepas dari Sarah. Bahkan saat sakitnya sekarang. Karena kesombongannya pula, teman-teman tak banyak yang menjenguk.

Sarah memiringkan badan, meraih jus jambu di atas meja. Sekilas diliriknya jam dinding. Sudah terlambat tiga puluh menit dari waktu yang disepakati. Ia mulai kecewa.

*

Udara bertambah dingin. Alya masih mematung di bawah sebuah atap. Ia tak berani duduk di bangku kayu yang tampak tua dan penuh debu. Ibu pasti marah kalau ia tak menjaga sikapnya. Tapi betisnya mulai pegal juga.

Sepasang matanya menghangat. Alya menangis menatap aliran air di badan jalan, beberapa jarak di depan sana. Kapan ia akan bertemu Sarah? 

Tak ada jalan lain menuju rumah karibnya yang sedang sakit parah. Sarah pasti nelangsa. 

Sudah setahun lebih sejak lulus sekolah, gadis manis itu mengidap penyakitnya. Kedua orang tua Sarah sudah kehabisan biaya. Rumah sakit pun memintanya beristirahat di rumah.

Alya suka Sarah. Meski sedikit angkuh, tapi Sarah punya hati yang sangat lembut. Alya yakin itu.

Ditekannya lagi tombol on di sisi ponsel. Coba menghubungi nomor mama Sarah. Ada sedikit tanda sinyal di bagian atas layar. Gagal.

Apa aku harus balik arah? 

Beberapa kilometer dari sini, sinyal internet sangat kencang. Tapi tidak di jalan menuju rumah Sarah di turunan lembah seperti ini. 

Sekalian aku ingin makan soto, pikirnya.

*

"Halo..." sahut mama Sarah.

"Oo... sayang sekali, Sarah baru saja tidur. Memang Alya batal main ke sini, yaa?"

"Oh, maaf Tante, tapi saya terjebak banjir..." jawab Alya cemas. 

Benar yang dia takutkan. Hujan turun tidak merata, karena topografi yang berbukit-bukit di kota ini.

Dari nada suaranya, mama Sarah tampak tak suka. Alya tahu, mama Sarah bukan orang yang ramah.

"Kasian Sarah, kecewa karena berharap Alya datang hari ini."

Deg! Jantung Alya melompat. Ia menelan ludah dengan muka kaku.

"Saya minta maaf, Tante. Saya sudah berusaha menembus hujan sampai basah kuyup. Saya nunggu di pondok, tapi banjir belum juga surut.." jawab Alya bingung.

Ibu pemilik warung soto memperhatikan sikap gadis itu. Iba juga hatinya.

"Ee... Tante, saya usahakan datang besok pagi yaa," gadis itu berusaha menjernihkan keadaan.

Tiba-tiba telepon ditutup.

*

Matahari bersinar hangat. Burung kenari di luar jendela berkicau senang. 

Sarah tampak sangat gembira dengan kedatangan sahabatnya. Meski tampak pucat, senyumnya terlihat mengembang.

"Kamu cepat sembuh yaa, Sar... Kita akan jalan-jalan mencari bunga, ke toko buku juga, makan jagung bakar di Tepian juga... Yaa?" mata Alya berbinar, sambil tangannya menggenggam tangan Sarah.

"Apa aku masih bisa sembuh, Al?" tanya Sarah manja.

Alya memeluk sahabatnya. Seakan ingin memikul sebagian derita yang ditanggung Sarah.

"Insya Allah, kamu harus semangat yaa..." jawab Alya tulus.

Tiba-tiba mama Sarah masuk membawa nampan air putih dan obat. Wajahnya kelihatan geram, karena Sarah bahagia dalam persahabatannya.

"Alya sebaiknya pulang dulu, yaa. Sarah harus istirahat!"

Gadis itu tercekat. Meski memahami karakter mama Sarah, tak urung ia tersentak juga.

*

Matahari sore jatuh ke sebelah barat. Alya melihat sinar senja menelusup ke balik daun-daun. Semilir angin menerbangkan penat di punggungnya.

Selesai juga tugas hari ini. Semua sudah dikirimkan lewat aplikasi classroom. Alya merasa lega.

Di atas pembaringan, Alya memejamkan mata. 

Ia ingat Sarah. Seketika bayangan wajah Sarah merasuki pikirannya.

Sarah itu berhati lembut. Sebenarnya ia tidak sombong seperti yang terlihat selama ini.

Mengapa wajah sahabatnya begitu berseri saat mereka hanya berdua, berbincang seadanya.

Tetapi saat mama Sarah masuk ke kamar, wajah pucat itu bertambah pias saja. Apa Sarah tertekan selama ini??

Mama Sarah tampak baik karena selalu menjaga dan melindungi puteri tunggalnya. Tapi apakah ada tekanan dan sesuatu yang berlebihan di sana??

Sarah membuka matanya. Ia tak ingin menduga-duga.

Sesaat ingatan itu muncul kembali. Saat Alya meninggalkan kamar sahabatnya, ia mendengar sebaris kalimat aneh yang diiyakan Sarah dengan nada patuh.

"Sarah, lupakan saja Alya. Mama tidak suka gadis itu!"

"Baik, Ma."

SELESAI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun