Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Antara Senioritas dan Kebijaksanaan di Kantor

2 Agustus 2021   16:52 Diperbarui: 4 Agustus 2021   08:01 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi senioritas dan kebijaksanaan. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Senioritas di kantor kurang lebih mengacu pada tinggi-rendahnya status yang disematkan, berdasarkan pengalaman, kecakapan, atau lamanya bekerja.

Sebenarnya, saya bukan perempuan bekerja di kantoran atau sejenisnya. Tapi, saya tertarik untuk sharing tentang peristiwa yang terjadi di lingkungan kerja suami, kemarin.

Suami adalah pekerja lapangan dalam hal konstruksi fisik bangunan. Baik itu kantor, gedung, hotel, taman, jembatan maupun rumah pribadi.

Kali ini, beliau mendapat kepercayaan membangun rumah tunggal. Mulai dari membuat gambar, menghitung rincian sampai pada pelaksanaan di lapangan. 

Pemiliknya, Pak Ibrahim, berada atau tinggal dan bekerja jauh di luar kota. Butuh tiga jam mengendarai mobil untuk sampai di lokasi yang dikerjakan suami, atau calon rumah baru tersebut.

Praktis, suami dan sang Bos intens berkomunikasi via seluler. Suami juga mengirim foto demi foto sebagai laporan sekaligus dokumentasi melalui aplikasi.

Saya cukup kaget, sebab suami pula yang dipercaya menentukan ukuran bangunan disesuaikan pertimbangan kondisi tanah, luas tanah dan lain-lain. Sang Bos sebatas mengirimkan video contoh bangunan tiga dimensi yang dikehendaki. 

Lokasi yang akan dibangun, merupakan tanah kosong penuh ilalang. Tidak ada jalan tembus karena bertemu langsung dengan tebing bukit milik perumahan; serta rumpun bambu di bagian lain. 

Hanya ada satu rumah di bagian ujung, itupun belum selesai dibangun; serta sebuah rumah permanen di sebelahnya yang ditinggali sepasang suami istri.

Tahap pertama setelah proses pengukuran tanah, adalah membuat boplang dan pondasi bangunan. 

Pada tahap ini, suami merekrut sedikitnya empat pekerja aktif. Sementara bidang pembesian dan pengadaan sarana, suami sendiri yang menangani.

Tetapi, tahap berikutnya yaitu pemasangan dinding, belum akan dilanjutkan sekarang. Sang Bos meminta jeda sebentar karena ingin fokus pada pekerjaan proyek batubara. 

Seminggu pertama, lokasi pekerjaan masih terlihat aman. Beberapa peralatan yang belum dibawa pulang, tampak duduk manis di posisinya semula. Kecuali tenda terpal yang sedikit terdampak angin kencang beberapa waktu lalu.

Memasuki minggu kedua, barulah material pasir yang ditunggu tiba.

Bos meminta agar sisa semen sebanyak tiga sak, sebaiknya digunakan saja sebelum waktunya mengeras. 

Pada hari ke sembilan, suami berniat mengerjakan permintaan tersebut. 

Ternyata beliau sudah kehilangan (kecurian) mesin air yang sedianya akan digunakan untuk pekerjaan sehari tersebut. Peralatan-peralatan lainnya, tidak ikut dicuri dan masih aman di tempatnya.

Sampai di sini, meski hanya seorang istri yang tak berurusan langsung dengan pekerjaan suami, saya cukup merasa menyesal.

Menurut dugaan suami, orang yang sangat mungkin menjadi pelaku pencurian ada dua: tukang antar air bersih (mobil pembawa tandon air), atau pencari rebung bambu. Hanya dua pihak inilah yang biasa keluar-masuk sekitar lokasi.

Singkat cerita, terungkaplah siapa sebenarnya pelaku pencurian. Sama sekali bukan seseorang dalam persangkaan suami, melainkan salah satu pekerja yang memang baru dikenal dan baru diterima bergabung.

Saksinya adalah istri dari calon tetangga sang Bos. Ia merasa heran saat proyek di sebelah rumahnya mengalami jeda, namun masih ada suara kendaraan yang datang dua hari belakangan.

Spontan saja ia mendokumentasi apa yang terlihat dari kaca jendela dapurnya. Saat itu ia hanya sendiri karena suaminya belum pulang dari bekerja.

Bukti berupa foto dari kamera handphone ini, kemudian ditunjukkan sang suami kepada suami saya. 

Lega rasanya, sebab saya sangat khawatir peristiwa kecil ini akan menodai kepercayaan orang lain kepada suami. Walau penyebabnya hanyalah masalah kelalaian. 

Setelah saya berbincang dengan suami, barulah saya mengerti.

  • Masalah seperti ini, Bos yang memberi kepercayaan penuh, justru jangan dibuat khawatir ke depannya dengan menyampaikan berita kecurian dan lain-lain
  • Seandainya pelaku pencurian tidak terungkap, suami lah yang akan mengganti dengan uang pribadi
  • Berhubung pelaku pencurian sudah diketahui, maka penyelesaiannya adalah dengan menahan gaji pekerja tersebut, yang saat ini "ikut" bekerja pada seorang rekan terpercaya. Masalah akan dibicarakan baik-baik
  • Kemungkinan, suami tidak akan tega meminta ganti 100%. Cukup memberinya pelajaran tanggung jawab dan tidak akan melibatkan pada pekerjaan di waktu-waktu mendatang

Saya pikir, sebagai senior di lapangan, suami yang sudah memperlakukan "anak buah" dengan gaji di atas rata-rata, serta servis ini-itu; akan merasa dikecewakan dan lain-lain.

Kesimpulan

Pembawaan suami yang tenang, dapat membuahkan keputusan yang bijaksana.

Sifat jujur, tidak mendorong suami takut menjadi tertuduh, lalu dianggap tidak bisa dipercaya.

Menjaga senioritas, artinya pandai memilah apa yang perlu disampaikan kepada atasan, dan apa yang tidak.

Lalu kepada bawahan, bersikap tegas tidak sama artinya dengan bersikap kasar. Bagaimanapun, mereka pernah berjasa membantu kita.

Semoga bermanfaat.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun