Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Lihat, Dengar, Rasakan, Begitukah Saya?

30 Mei 2021   18:53 Diperbarui: 30 Mei 2021   21:08 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto: cdn.pixabay.com

Situasi seperti apa yang membuatmu produktif dan kaya akan gagasan?

Pertanyaan sederhana ini, sejenak membuat saya mengingat-ingat. Dari sejumlah tulisan yang saya tayangkan melalui Kompasiana, hal apakah yang melatarbelakangi?

Bukan kesedihan ataupun kegembiraan

Jujur, ada beberapa judul yang saya jagokan. Inspirasinya disadur dari kisah nyata yang menjadi tulisan fiksi. Entah jika pembaca menilai biasa saja.

Judul tersebut antara lain: Bening-bening Mata Gadis Kecil, Gadis Kecil Bernama Ratna,Yang Membuka Mata Hatiku, Balada Siti Komariah

Di bagian ini, saya seperti mengolah rasa menjadi karya. Rasa tersentuh dan terharu pada apa yang saya saksikan. Sekalipun sebenarnya saya tidak terlalu suka memberikan kritik sosial.

Bisa dibilang, semasa kecil saya banyak "diajarkan" oleh Bapak tentang kekecewaan pada sistem pemerintahan. Atau diperlihatkan bagaimana segelintir orang berbuat tidak adil untuk yang lainnya. 

Justru dengan pengalaman "pahit" Bapak, saya menjadi abai hal-hal tersebut. Saya gagal mewarisi kebencian yang bagi saya tak menarik.

Semasa kecil saya begitu kesepian tanpa kehadiran ibu yang harus membanting tulang. Akhirnya saya justru tenggelam menikmati buku atau bacaan apa saja.

Mengapa saya menulis?

Di tahun 2000, saya menyadari impian masuk PTN tinggallah mimpi. Saya tak menyia-nyiakan waktu hanya untuk menangis. Saya mulai menulis, meski hanya dengan modal mesin ketik.

Tanpa seorang mentor, saya terus mengajari diri sendiri. Beberapa di antaranya, nekad saya kirim ke redaksi majalah kesayangan di Jakarta. Saya tidak patah hati, meski saya belum beruntung saat itu.

Ibu memahami hobi menulis saya. Tanpa saya minta, didatangkanlah komputer bekas dan printer untuk saya gunakan.

Saya paling suka menulis cerpen, waktu itu. Tokoh cerita biasanya sepasang kekasih yang terjebak pada ego masing-masing. 

Salah satunya yang masih saya ingat, sang lelaki mencintai kehidupan laut, sementara si gadis merasa trauma karena sang ayah tewas ditenggelamkan badai. Ia tidak ingin kekasihnya mengalami hal yang sama.

Tema lainnya yang juga memikat hati saya adalah kisah lelaki yang mendua hati akibat tak mempunyai keturunan dari istri sahnya. Klimaksnya, bagaimana lelaki ini menaklukkan hati kedua wanita, saat rahasianya terbongkar.

Entah mengapa saya tak suka memilih konflik kekerasan, persaingan, keserakahan atau permusuhan. Saya lebih suka jika batin, yang berkonflik!

Dari mata, aksara pun menjelma

Jika ditanya, mengapa ketika "melihat" suatu peristiwa, saya dapat menciptakan sebuah tulisan?

Menurut saya, hal tersebut disebabkan saya termasuk overthinking. Apa yang saya lihat, tidak dapat segera saya lupakan. Saya memikirkannya cukup intens. Berjam-jam, berhari-hari, bahkan berminggu-minggu.

Terkadang saya mendapat komplen dari suami. Saya begitu terbawa perasaan dan berlarut-larut mengingatnya. Baper!

Tetapi positipnya, saya dapat mengolah rasa yang saya alami menjadi tulisan. Mungkin saja orang lain dapat mengambil hikmahnya, bukan?

Di antara tulisan saya yang diawali dari melihat kehidupan orang lain, juga di antaranya: Seorang Ibu yang Meninggal di Malam Idul Fitri; Engkau Dikejar Siapa, Jangan Sembunyi di Sini

Dari mendengar keluhan, saya bisa terinspirasi

Alasan lainnya yang mendorong saya menulis, karena saya lebay, sensitif atau terlalu perasa!

Saya cepat merasa iba, dan perduli tentang sebuah ketidakadilan. Meskipun, tidak berarti saya mudah menitikkan air mata lho.

Di antara judul yang lahir dari proses mendengar adalah: Pentingnya Membantu Remaja Merasa Bahagia; dan Wanita Bertubuh Gemuk yang Kukenal

Saya bersyukur, menulis di Kompasiana banyak melatih dan memacu semangat saya menulis. 

Banyaknya kategori yang disediakan, membuka ruang untuk berbagi banyak opini dan pengalaman. 

Harapan dari menulis

Menulis, sekalipun merupakan hobi yang sederhana, pasti tak lepas dari suatu tujuan.

Selain sekedar mengisi waktu, tujuan utama tentu untuk memberikan nilai-nilai positip bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.

Untuk diri sendiri, sebagai upaya melatih kepekaan diri, keluasan cara berpikir, ketekunan dan kebijaksanaan.

Sementara bagi orang lain, dapat mengambil hikmah dan pelajaran berharga, serta media pembuka pikiran (open minded).

Menyadari kemampuan diri untuk melihat, mendengar dan merasakan suatu peristiwa, lalu dapat mengemas sebagai suatu karya tulisan, saya sangat bersyukur. Setidaknya saya dapat meninggalkan jejak literasi sebagaimana yang dulu dicita-citakan. Hmm...

Salam hangat, Ayra Amirah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun