Di masa sekolah dulu, aku paling tertarik membaca cerita tentang 'gadis kecil'. Mungkin karena gadis kecil menjadi simbol kepolosan dan kasih sayang. Mungkin juga, gadis kecil menunjuk jumlahnya yang hanya seorang, di masa-masa harusnya bermain bersama-sama dengan banyak teman. Gadis kecil adalah juga simbol kesepian.
Benar saja.Â
Apa kabar gadis kecil itu sekarang?
Dua tahun sudah aku meninggalkan sebuah kota kecil. Dulu aku berada di sana dan melahirkan putriku, yang kemudian menjadi teman bermainnya. Mereka berdua terpaut dua tahun. Jadi saat bayiku lahir, gadis kecil itu usianya sekitar dua tahun lebih saja.
Dia gadis yang cantik dengan kulit yang putih. Rambutnya hitam dan berombak sebahu. Lebih ke atas lagi. Tapi jangan membayangkan gadis kecil yang bersih dan wangi sesudah mandi dan berpakaian rapi. Sama sekali tidak.
Lis dia biasa dipanggil.Â
Seorang kakak perempuannya berteriak-teriak bila Lis tak tampak bergumul dengan pasir di depan pagar kayu rumahnya. Sendirian entah sejak pagi masih dingin.
Aku pernah berdiri lama-lama di depan pagar kayu itu. Memperhatikan mengapa masakan lezat dijual di rumah seperti ini.
Bukan rumah. Ini lebih pantas disebut gubuk.Â
Kesan kumuh dari potongan kayu dan seng bekas tak bisa menyamakannya dengan sebutan rumah. Terlihat dari tempat pembeli berdiri, sebuah lemari reot dan bale tempat bapak Lis tidur kala itu.