Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Diary

Mengapa Saya Tidak Menulis Cerpen Lagi?

8 Maret 2021   05:24 Diperbarui: 8 Maret 2021   07:20 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: theoddyseyonline.com

Pikiran saya, terbiasa sulit berhenti saat memikirkan sesuatu. Terkadang bukan masalah yang penting. Tapi saya tetap mengingatnya siang dan malam.

Yang akhir-akhir ini mengetuk-ngetuk batin saya adalah, pertanyaan mengapa sudah sekian lama saya tak menulis cerpen di Kompasiana? Bukankah itu kendaraan awal saya bergabung bersama teman-teman?

Pada suatu waktu, saya justru lebih banyak menulis puisi. 

Jika dalam cerita pendek saya sering memilih tema romantisme yang sentimentil, maka puisi yang saya tulis, sebenarnya lebih menceritakan tentang impian dan pesan kepada orang lain.

Jika Anda membaca puisi saya pada masa permulaan, mungkin akan merasa bosan. Tapi saya maklum. 

Jujur saja saat itu saya bahkan belum terlatih menulis puisi. Bisa dibilang cukup awam. Malah, ada seorang penulis yang jelas-jelas mengkritik.

Tentang penulis ini, sebenarnya kami sudah beberapa kali berinteraksi dalam kolom komentar, pada blog lain yang saya ikuti sebelumnya. Bisa dibilang hubungan kami baik dan aktab. Nyatanya setelah dikorwksi, kuping saya merah juga.

Segera saya edit dan membuang setengah bagian. Puisi itu menjadi agak berbeda dari sebelumnya. Tapi saya mengambil positip saja. Saya anggap seperti inilah kalau mau belajar.

Saya juga banyak menyimak puisi dari penulis senior di Kompasiana. Sebut saja puisi Mbak Ari Budiyanti, Mbak Herawaty dan Mbak Lilik Fatimah Azzahra. Puisi mereka mengalir, indah dan enak dinikmati.

Dan benar saja. Puisi yang dewasa ini saya tulis, setidaknya saya sendiri sudah merasa lega. Sedikitnya, pasti saya sudah belajar memperbaiki.

Lama, lama, lama, saya kok jadi memperhatikan banyaknya halaman yang dibuat oleh penulis lain, rata-rata hanya dua halaman saja. Apalagi kalau bentuknya artikel dari opini.

Kurang lebihnya saya pun terpengaruh. Saya juga merasa tertantang untuk melakukan hal yang sama. Bukan untuk ikut-ikutan. Tetapi karena menulis artikel lepas, lebih mudah dikembangkan dari banyak tema yang melintas di pikiran. Lebih kepada bentuk berbagi.

Untuk beberapa lama, saya pun larut. Saya terus saja menulis artikel dengan tema ringan.

Bila pagi datang, saya berpikir: akan menulis tentang apa hari ini?

Dan sebelum istirahat malam, saya pun bertanya, mau menulis apa untuk tayang esok?

Sepertinya saya sudah masuk zona aman dan nyaman. 

Saya juga kemudian mulai memperhatikan, apakah saya mendapat label PILIHAN atau tidak. Yang dulunya saya tak terlalu menganggap.

Sekarang-sekarang  semangat menulis saya seperti dipecut. Walaupun hasilnya belum istimewa  setidaknya saya merasa bersyukur.

Sampai pada suatu malam, akibat terlalu banyak mengingat, saya pun mendapatkan mimpi dalam tidur.

Ketika saya terbangun dan sadar, saya jadi baper alias terbawa perasaan.

Dalam mimpi tersebut, seseorang menegur dan memarahi saya. Kenapa saya membiarkan laman fiksi saya berubah dan berbeda. Cerpen saya sekarang, kosong. Tidak seperti dulu yang dihiasi cerpen nan sentimentil.

Segala sesuatu terjadi  pasti ada penyebabnya. 

Dan kalau mau jujur, semula saya mengkhawatirkan page halaman saya yang terbilang panjang yaitu5-7 halaman. Bagaimana kalau pembaca merasa bosan lalu urung menyelesaikan bacaannya?

Tapi bagaimana kalau harus memotong menjadi dua halaman saja? 

Selain sulit, tentu hasilnya tidak maksimal. Saya tidak leluasa berkata-kata lagi, bila harus menulis cerpen dua halaman saja. Dan emosi yang ada di dalamnya mungkin saja akan berbeda.

Apapun itu, menulis bagi saya adalah rekreasi bagi hati, sekaligus aktifitas otak yang sangat istimewa.

Mungkin ada baiknya jika saya mencoba banyak keterampilan menulis, tidak hanya melulu menulis cerita pendek. 

Di sisi lain, saat saya sudah rindu, pastilah saya akan ber-cerpen ria kembali.

Jalani saja hidup ini dengan mengalir. 

Semoga menginspirasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun