Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Gara-gara Ikut Event, Tiga Artikel Dihapus Kompasiana, Diancam Dibekukan Pula

30 Januari 2021   05:00 Diperbarui: 30 Januari 2021   05:01 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: media.tabloidbintang.com

Sebenarnya, awal tahun 2021 membawa kabar gembira untuk saya. Akun saya berhasil validasi oleh Kompasiana, setelah sempat beberapa kali ditolak karena belum melengkapi link media sosial. Tapi sayang, kegembiraan itu tidak berlangsung lama.

Tadinya saya membuat tulisan untuk mengisi kanal fiksi. Tapi di hari ketiga bulan Januari, saya mengambil keputusan: ya, saya akan ikut event sebagai media belajar saya. Dengannya saya menantang diri sendiri, apakah saya mampu mengikuti event menulis maraton selama tiga belas hari yang berakhir di tanggal enam belas Januari.

Hari demi hari, berlalu dengan rasa antusias. Sejumlah tema harus saya tulis tentunya menurut mekanisme. Artinya, bagian yang saya tak kuasai, harus saya lahap juga. Menulis tak boleh bolong. Satu hari untuk satu tema.

Inilah pelajaran yang saya dapat

Suatu saat saya menulis artikel mengenai kelompok musik asal Korea yang diperkirakan akan naik daun di tahun 2021. Karena tema tersebut bukan opini semata, melainkan harus didasari track record kelompok musik yang bersangkutan, saya pun mengambil bahan dari beberapa situs berita hiburan. 

Tanpa saya sadari, saya menyisipkan sebaris kalimat salah satu personil dalam bentuk kutipan. 

Ough, ternyata kutipan itu dilarang! 

Saya benar-benar tak tahu karena luput membaca FAQ yang berakibat tulisan tersebut dihapus oleh admin Kompasiana.

Jadilah Kompasianer dengan ingatan yang baik

Bisa dibilang, selama dua tahun terakhir saya menjadi pelupa akut. Jika kaum lansia mengalami gejala pikun karena faktor U, rasanya rumus ini tak cocok untuk saya karena saya belum setua itu. 

Apapun penyebabnya, suatu saat, setelah menyelesaikan satu judul tulisan, saya langsung menyentuh tombol tayang. 

Eng ing engg.... saya lupa menyisipkan foto ilustrasi yang sebenarnya sudah siap di Galery ponsel. 

Ini mengecewakan untuk saya. Di sisi lain, artikel yang telah ditayangkan, tidak bisa diedit kembali karena dikenai sistem kunci oleh admin untuk alasan sportifitas.

Alhasil akal yang sampai di kepala saya saat itu adalah melakukan copy atas tulisan saya sendiri, dengan menambahkan foto ilustrasi tentu.

Tepok jidat kuat-kuat! Ternyata ini adalah ide yang sangat buruk. 

Tulisan saya langsung dihapus admin. Sekali lagi, saya melanggar FAQ yang juga masih luput dari perhatian saya.

Sampai di sini, rasanya ingin menangis. Saya mendapatkan notifikasi yang isinya: akun saya akan dibekukan seandainya tulisan saya telah lima kali dihapus Kompasiana.

Hal ini yang akhirnya membuat saya mencari tau, dimana semua peraturan itu bertengger. Bukankah saya sedang semangat-semangatnya menulis di Kompasiana, lalu apa jadinya bila akun saya benar-benar dibekukan?

Aturan itu bernama FAQ

Yaa Allah... saya hanya dapat menyesali keterlanjuran ini. Ternyata kelalaian saya berbuah kesedihan. Lalu apa yang akan saya lakukan dengan dua kali kesempatan lagi?

Kesalahan pertama

Jika Anda menghitung kembali, admin baru menghapus dua tulisan saya. Tapi "kuota" kok sisa dua? 

Tidak salah jika Anda bingung. Saya memang pernah membuat kesalahan yang pertama. Saya sendiri baru mengetahuinya saat akun sudah validasi. Saat itu barulah ikon lonceng terbuka dan notifikasi dari moderator Kompasiana "mencolok" mata saya. Rasanya sakit, jadi tidak salah bila saya menggunakan kata "mencolok mata".

Kapankah itu?

Salah, yang ditimpakan pertama kali, justru saat pertama login karena membaca artikel seorang teman facebook yang dimuat di Kompasiana. 

Selesai membaca artikel mengenai peringatan hari Sumpah Pemuda, saya menemukan kolom untuk memberikan tanggapan. Tetapi seharusnya, saya masuk ke tombol kembali ke artikel asli. Di sanalah kolom komentar disediakan. Karena saat itu kali pertama login, saya pun tak cukup paham. 

Dari notifikasi moderator Kompasiana yang baru terbaca di bulan Januari, begitu akun berhasil validasi, saya pun merasa masgul. 

Empat bulan sebelumnya, saya sudah mengalami penghapusan, sementara saya belum pernah menulis artikel apapun dan belum mengenal tulisan para Kompasianer di sana. Barulah satu, milik seorang teman yang saya temukan share link nya pada wall facebook. Rasanya tidak adil, begitu keluh saya dalam hati.

Oke, jadi total saya sudah mengalami tiga kali penghapusan. Kiranya ini cukup menampar diri saya. Sebaiknya saya mawas diri, ingat benar-benar apa peraturan yang sudah ditetapkan dan harus diikuti. Saya akan berusaha keras menjaga peluang saya yang tinggal sedikit ini.

Tapi tidak. Keberuntungan belum menghampiri. 

Sebagai pemula yang baru memiliki 1500 an poin, atau kategori Taruna, tepat sepuluh hari setelah event menulis maraton yang saya ikuti berakhir, secara mengejutkan saya kembali mendapat notifikasi dari moderator yang menerangkan bahwa salah satu judul tulisan saya juga dihapus!

Apa salah saya? Begitu pikir saya dalam hati.

Entahlah. Sepertinya salah yang dimaksud, tulisan saya terdeteksi plagiat, lagi. Karena setelah saya ingat-ingat, tema tulisan saat itu tentang drakor yang sumbernya dari situs berita online. Mungkin saya dianggap tidak memakai bahasa sendiri, tidak memakai opini pribadi.

Apapun itu, semua sudah terjadi. 

Kecewa? Banget! Saya sangat kecewa dan juga sedih. 

Untuk beberapa lama saya pun berpikir, apa yang akan saya lakukan setelah ini? Tetap semangat menulis, meski hanya dengan satu kesempatan terakhir? Cukupkah?

Konon saat sudah dibekukan sekalipun, masih dapat menulis seperti biasa, tetapi dengan email baru. Ada pula yang mengatakan, akun yang dicap suspensed tetap bisa menulis, hanya saja ada tanda merah melekat di bagian profil. Yah, kesannya menyandang predikat bersalah atau semacamnya.

Nah, Sahabat Kompasianer, dengan membaca pengalaman saya ini, terutama para newbie, kiranya dapat mengambil pelajaran dan lebih berhati-hati. 

Apalagi jika jatuhnya kesalahan memang pada saya pribadi, tentunya saya harus berbesar hati dan menerima segala resikonya. 

Menulis di "rumah" orang, harus mengikut peraturan di rumah tersebut. Menulis di "rumah" sendiri, akan berbeda halnya, tetapi dengan segala kurang lebihnya.

Sekian, semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun