Cangkir kopi itu terhenti di udara, lalu Felix Tani menaruhnya kembali, tak jadi meminumnya. Memandangku lekat, sorot matanya menyiratkan rasa tak percaya.
"Niken? Maksud kau, Niken yang di depan rumahku itu?" Felix menyelidik.
"Memang ada di dunia ini yang lebih cantik dari Niken?" tanyaku, retoris.
Baca juga: Dan Cinta Itu Ternyata Lucu
"Kau tidak salah makan obat 'kan?" Kata-kata Felix lebih meluapkan rasa jengkel.
"Kenapa?"
"Kau? Kau ... jatuh cinta kepada Niken?"
"Belum sejauh itu. Masih saling menjajagi."
Baca juga: Kucing Hitam dan Perempuan Tua
"Menjajagi, katamu?! Hey, Pak Tua! Kau masih ingat data-data di KTP-mu?"
Baca juga: Tidak Seperti Puisi
"Maksud lu?"
"Lihat umur kau. Jauh, jauh sekali jaraknya dengan si Niken. Niken itu kan seusia anakmu?"
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!