Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pelajaran Kopi

14 Juni 2025   17:10 Diperbarui: 14 Juni 2025   17:10 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Duduklah di kafe. Seseorang, atau mungkin juga di antara kita, akan belajar mengaduk kenangan. Lupakan satu dua jenak keruwetan kerja, bos yang sedikit gila, cinta yang tidak ada kejelasan dari sesama rekan kerja, kota yang membuat tekanan darah melompat-lompat. Hujan, puisi, film, dan, fhuih, beberapa cicilan yang belum terbayar, atau apa pun itu.

Dan kita, atau seseorang, atau siapa pun itu, akan  belajar sepi di ruangan ini. "Bisa kecilkan suara musik itu?" Seseorang, atau salah satu dari kita, mungkin akan bersuara.

Nanti ada seorang pramusaji akan bertanya, "Kami mempunyai beberapa varian kopi. Bung mau yang mana?

Baca juga: Pelajaran Rindu

"Espresso. Nanti di mesin espresso jangan lupa masukkan beberapa luka, hingga didapat ekstrak "koka" -- kopi luka."

Si pramusaji terheran, tapi kemudian tersenyum. "Akan kuberi tahu kepada barista."

Sang barista juga ikut tersenyum membaca pesanan. Hm, luka penghianatan. Tapi ia tetap memilih biji-biji kopi yang memang pilihan. Disangrai dalam waktu dan suhu tertentu. Digiling dengan grinder kopi, dengan ukuran find grind. Dimasukkan dalam mesin espresso (oh, ya, mesin espresso sebelumnya sudah dipanaskan terlebih dahulu). Karena ini luka cinta sang Barista melakukannya dengan sepenuh cinta pula.

Kemudian dilakukan tamping -- pemadatan kopi --- di portafilter. Sebelumnya bersihkan portafilter dari rasa benci dan rindu. Alirkan air mendidih (suhu ideal 92 - 96 C, tergantung seberapa lebar luka). Luka-luka akan menguap. Letakkan cangkir di bawah portafilter. Lihat proses ekstraksi, ekstrak kopi mengalir ritmis. Pastikan waktu yang tepat, dikhawatirkan luka turut mengendap.

Pramusaji akan berjalan anggun dan meletakkan kopi di meja kita. Seseorang, atau mungkin satu di antara kita, tentu akan bertanya.

"Ini espresso, bukan? Kenapa seperti tercium bau anyir?"

"O, ya, itu memang espresso, takada campuran susu. Soal bau anyir mungkin itu aroma luka yang ikut terbawa. Aduk saja perlahan, nanti ia akan menguap dan akan menjadi kenangan." Pramusaji itu tersenyum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun