Mungkin untuk  merintang-rintang waktu kita banyak membaca, sering bertukar sapa dengan para tetangga, menyiram bunga, atau juga menghapalkan doa-doa.
Sesekali kita akan melihat foto-foto lama sambil memutar lagu. Membersihkan rumah berkali-kali, walaupun kita tahu takada lagi yang harus dibersihkan.
Kita sering cemas dan berdebar setiap kali ada kendaraan lewat depan rumah. Adakah itu anak dan cucu-cucu kita? Tapi harapan kita sering berakhir kecewa.
Mungkin mereka sudah lupa. Ah, kini kita mudah sekali tersinggung. Pendengaran yang semakin berkurang, penglihatan yang tak lagi tajam, membuat gerak kita semakin lamban. Â
Tubuh kita juga rentan  dengan perubahan cuaca. Mudah masuk angin, batuk-pilek, dan sulit tidur.
Dalam situasi seperti ini kita ingin anak-anak berkumpul. Biarlah kita sebagai pendengar, dan anak-anak yang bercerita. Ditingkahi cucu-cucu kita yang berlarian, menangis, atau satu sama lain bertengkar.
Kita selalu rindu dengan suasana seperti itu. Namun, itu sulit sekali terwujud. Selain mereka disibukkan dengan pekerjaan, rumah anak-anak kita juga jauh dari sini.
Akhirnya ...!
***
"Akhirnya kita memang harus sampai pada titik ini," katamu, seraya meletakkan cangkir tehmu.
"Ya. Tapi rasanya aku tak sanggup kalau hidup tanpamu. Biarlah aku mati terlebih dahulu."