Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Jendela yang Lautan

17 Mei 2020   22:32 Diperbarui: 17 Mei 2020   22:42 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Gambar oleh Jeremie Peron/ Pixabay.com 

Di atasnya aku berlayar, membelah ombak menyelami kata-kata. Hanyut aku, terseret pada negeri-negeri dengan hutan-hutan yang basah, hingga menyusuri tanah tempat tenggelamnya matahari, tanah-tanah yang pecah dan tempat di mana air mudah membeku 

Padanya juga aku menyerap rasa, untaian kata para pujangga, tentang cinta, amuk, juga api yang menyala 

Atau tuturan kisah, berulang-ulang disampaikan penunggang kuda, juga para petualang 

Atau melihat tanah-tanah asing tak bertuan, jejak-jejak tersembunyi pada pahatan dinding goa, dan dasar kelam sebuah lautan 

Flora-fauna, bintang-gemintang, serta keteraturan planet-planet pada galaksi Andromeda 

Tapi kini jendela itu terlihat rapuh, tergusur dengan kemudahan cerita dengan sekali sentuh

Jendela itu, buku itu, mudah-mudahan tidak lantas ditinggal sendirian. Tak ada yang membukanya. Berdebu

***

Cilegon, Mei 2020 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun