Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Misteri Alien: 16. Alien Kena Batunya

7 Oktober 2025   10:10 Diperbarui: 7 Oktober 2025   09:51 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelumnya: Misteri Alien: 15. Menjadi Tawanan Alien

Pandu memberi isyarat agar Sakti dan Mando mengikutinya. Yang dilakukan Maando pertama kali adalah menyentuh pipi Pandu untuk meyakinkan bahwa dia dia nyata.

"Wah, dari sekian banyak orang, kamulah orang terakhir yang kuharapkan datang menyelamatkan kami."

Sakti membenarkan dengan anggukan kepala. Dia punya seribu pertanyaan tetapi menyimpannya untuk nanti.

Anak-anak itu berhasil keluar dari ruangan dan perlahan kembali ke pintu masuk, tetapi kemudian tiba-tiba lampu ungu menyala di mana-mana dan suara siulan seperti ketel mendidih terdengar.

Sakti buru-buru memimpin di depan.

"Cepat, ikuti aku!" bisiknya sambil menuntun mereka ke lorong samping kecil yang telah dilihatnya sebelumnya.

Baru saja memasuki celah sempit itu, dua makhluk yang diselimuti warna ungu terang bergegas menuju pintu keluar gua.

Anak-anak itu harus merangkak dengan tangan dan lutut karena ruang itu terlalu sempit untuk berdiri. Sakti menoleh ke belakang sambil perlahan berjalan menyusuri terowongan sempit itu.

"Bagaimana kamu bisa membuka pintunya?" tanyanya. Pandu menjelaskan, "Silinder dari air terjun adalah kuncinya! Itu bisa membuka pintu-pintu ini."

***

Menit-menit berjalan lama bagi Gita dan Faris. Menunggu Pandu, atau mudah-mudahan Pandu, Mando, dan Sakti keluar dari gua membuat Gita gelisah.

"Aku mau masuk! Aku tidak tahan menunggu lama-lama!" katanya sambil menyerahkan ransel Sakti yang dititipkan padanya  kepada Faris.

Faris, yang sedang bermain dengan dua batu besar, membuka mulutnya tetapi tidak ada kata-kata yang keluar. Dari gua itu muncul dua cahaya ungu terang yang bersinar ke arah mereka.

Seperti biasa, garis pertahanan pertama Faris adalah melempar sesuatu! Faris, yang dikenal karena keahliannya melempar batu yang luar biasa, tidak mengecewakan. Kedua batu itu terbang di udara dan mengenai sasarannya dengan sempurna.

"Tepat sasaran!" dia menyeringai, membetulkan kacamatanya dengan seringai puas. Namun, kemenangan sesaat itu dengan cepat berganti dengan panik. Bahaya akan datang ketika pintu masuk gua mulai berdengung dengan bunyi yang mengganggu pendengaran.

Salah satu lampu padam, memperlihatkan siluet sosok seperti manusia, sementara lampu lainnya berkedip tetapi masih bersinar.

Begitu lampu muncul, mereka menghilang kembali ke dalam gua. Gita menatap Faris dengan takjub.

"Apakah kamu baru saja mengusir dua alien dengan batu?" tanyanya dengan sangat tidak percaya.

Faris menyeringai. "Tidak yakin apa itu, tetapi aku mengenai setidaknya satu! Sekarang mari kita keluar dari sini!" teriaknya.

Keduanya mulai berlari menuruni bukit menuju tempat mereka tadi datang. Di suatu tempat di bawah, mereka melihat senter biasa datang ke arah mereka.

Dengan napas terengah-engah, mereka berlari menuju cahaya itu, berharap itu adalah tim yang berhasil dihubungi Pingkan. Mereka kecewa karena hanya ada Pingkan, Gilang, dan Ratri.

Pingkan tampak sedikit lelah ketika menjelaskan, "Tidak ada gunanya. Radionya mati. Kami kembali karena kami tidak bisa meninggalkanmu sendirian. Apakah Pandu atau yang lainnya sudah kembali?" tanyanya.

Gita duduk di rumput, mencoba mengatur napas. "Tidak, mereka masih di dalam sana. Dua alien keluar tetapi Faris melempari mereka dengan batu dan mereka kabur," jelasnya.

Faris tersenyum dan membetulkan kacamatanya.

"Aku tidak yakin itu alien, tetapi apa pun itu, mereka pasti mengalami memar atau benjol di kepala," katanya  bangga.

BERSAMBUNG

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun