Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pengamat yang Ingin Menangis

28 September 2025   14:14 Diperbarui: 28 September 2025   08:18 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah berbulan-bulan sejak kau pergi, meski sebenarnya rasanya seperti bertahun-tahun. Mereka mengatakan kepadaku bahwa waktu dapat menyembuhkan luka, namun menurutku luka ini tidak akan pernah membaik. Saat kamu di sini, aku merasa lengkap. Sekarang bagaikan sepotong teka-teki telah dipecahkan lalu dicampakkan, meninggalkanku yang belum terselesaikan selamanya.

Tidak ada yang membantu, menangis, berteriak, berbicara, bahkan gangguan bodoh seperti olahraga, makanan berkalori tinggi atau - bahkan hubungan badan. Aku bahkan mencoba memulai perkelahian sesekali di bar. Orang lain memutuskan untuk menjadi manusia yang lebih baik, berpikir bahwa aku hanyalah orang gila dan pergi. Sebenarnya, aku hanya ingin merasakan kepedihan yang lain untuk mengalihkan perhatianku darimu, dari kesedihan yang tak berkesudahan. Apa pun untuk menghentikan rasa sakit yang mengambil alih.

Kegelapan.

Lalu sebuah suara.

Tapi bukan milik suaramu.

"Oke, waktunya habis."

***

Sesi berakhir dengan tiba-tiba seperti biasanya.

Makelar itu mengendus-endus keras saat menurunkan kursi Pembaca Jaringan Neural tempat Pengawas duduk, bersandar di kursi krom seperti pasien di dokter gigi.

Makelar menunggu Pengawas bangun, mengatur ulang programnya dan beradaptasi sekali lagi dengan lingkungannya. Setidaknya itulah yang diasumsikan oleh Makelar. Pengetahuannya tentang model-model baru ini masih sedikit.

Pengamat akhirnya duduk dan bangkit dari kursi. Ia menyeka tangan serat karbon yang halus dan dingin tepat di bawah matanya. Tentu saja tidak ada air mata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun