Sebelumnya: Misteri Alien: 3. Legenda tentang Manusia dari Langit
Penerbangan malam ke Sulawesi Tengah dari Kualanamu memakan waktu 8 jam, termasuk transit di Bandara Internasional Soekarno Hatta. Anak-anak kebanyakan tidur selama penerbangan. Mereka sangat gembira ketika pilot mengatakan mereka akan mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Cengkareng, Banten.
Namun kegembiraan mereka tidak berlangsung lama. Masih mengantuk, mereka menunggu di Ruang Keberangkatan untuk penerbangan. Begitu pengumuman melalui pengeras suara menyebutkan agar penumpang tujuan Palu segera boarding ke pesawat, mereka harus berjalan cepat menaiki pesawat lain yang menuju ke Bandara Mutiara SIS Al Jufri, Palu.
Mereka terkagum-kagum melihat pantai Jakarta tengah malam dari udara. Lampu-lampu kapal kelap-kelip. Mobil-mobil seperti kunang-kunang di jalanan.
Setelah lepas landas hampir tiga jam lamanya dari Cengkareng, kapten mengumumkan bahwa mereka bersiap untuk mendarat di Bandara Mutiara SIS Al-Jufri, Palu.
Ketika hendak mendarat, anak-anak itu terkejut melihat betapa besarnya Kota Palu dari udara, padahal mereka mengira kota itu kecil dan belum berkembang. Namun, Palu adalah kota modern, lebih besar daripada beberapa kota di wilayah mereka.
Penerbangan dari Kualanamu hingga Palu melelahkan, namun pengalaman itu menyenangkan dan awaknya ramah.
Setelah mereka turun dari pesawat dan mengambil barang bawaan mereka di bandara yang kecil namun rapi, ayah Sakti menjemput mereka.
"Kita akan menginap di Poso malam ini. Ayah sudah memesankan kamar untuk kita di 'Dolidi Ndano Towale,' dan mereka bahkan sudah menyiapkan tosu-tosukatue, beko, dan ikan sogili khusus untuk kita sarapan!"
Dari bandara, mereka memulai perjalanan dengan mobil sewaan menuju Air Terjun Saluopa. Menurut Gita, arti Saluopa dalam bahasa Pamona adalah air yang luas atau semacamnya. Faris dengan bercanda mengatakan bahwa salu artinya suluh atau obor, dan opa artinya kakek. "Jadi saluopa artinya api obor kakek moyang," kata Faris sambil tertawa.