Keduanya mengangkat tangan mereka dalam gestur takhayul untuk menangkal Kejahatan.
Pembunuh berbaju hitam itu tertawa.
"Itu bukan mustahil. Masih ada naga. Dan bagaimanapun juga, itu hanya sebuah cerita. Sebuah cerita, untuk memenangkan taruhan. Seluruh hidupku adalah sebuah cerita. Sejak aku membunuh nagaku.Karena itu."
Ia menatap mereka berdua. Tatapan tajam.
"Tapi biar kuceritakan kisahku. Mungkin dia tak akan secantik kisah Kalian.
Aku masih muda ketika mendengar tentang Penyihir Vizenvolde. Dia mulai terkenal---seorang penyembuh berbakat, mahir dalam ilmu gaib.
Para atasanku memandang rendah hal ini. Seorang penyihir wanita mengancam otoritas mereka di kota dan pedesaan. Maka mereka mengirim utusan untuk mengamankan kekuasaan Organisasi. Tak satu pun kembali. Kecuali satu.
Tapi dia sudah tak ada di sana lagi. Pikirannya melayang ke tempat lain. Dia hanya bicara terbata-bata, mengerang tak jelas. Satu kata mampu memecah kesunyiannya. Naga.
Tak ada lagi yang membuatnya bereaksi.
Rasa ingin tahuku terusik. Lagipula, empedu naga telah dikenal selama berabad-abad sebagai racun pamungkas. Harganya? Diukur dalam keping emas. Per tetes.
Aku berangkat ke Vizenvolde.