Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Semua Kisah Telah Ditulis Menjadi Fiksi

14 September 2025   20:20 Diperbarui: 14 September 2025   19:57 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kau membunuhku, kawan. Tapi cobalah untuk menemukan salinannya kalau masih beredar. Intinya, tidak ada novel yang perlu ditulis lagi. Sastra sudah mencapai akhir. Aku akan mati dan dilupakan, terkubur di bawah tanah kuburan dengan nisan lapuk yang segera hilang tumbang."

"Seperti kita semua, bro. Jadi, apa ruginya? Sebaiknya lakukan apa yang membuatmu bahagia."

"Sebenarnya, aku suka menulis. Memikirkannya saj sudah membuatku bersemangat di pagi hari, membuat kopi terasa lebih enak, bahkan membuat Citraloka tampak jauh lebih muda."

"Itu dia, Mahiwal. Tulislah karena itu membuatmu terus berpikir. Siapa yang peduli jika kata-katamu akan dilupakan pada hari yang sama ketika kamu meninggal?"

"Aku tahu ada alasan takdir membawaku ke sini, Bara. Kamu adalah teman yang setia. Ya, aku akan menulis, dan aku akan tertawa terbahak-bahak mengetahui bahwa kata-kataku hanyalah nyala kerdil di kerlip lilin."

Mahiwal mengeluarkan beberapa lembar uang kertas lusuh dari dompetnya dan menaruhnya di meja kasir. Dengan semangat baru dalam langkahnya, dia berjalan menuju udara hangat kota Bandung yang kering kerontang di Bulan Mei. Bau daging ayam bakar bumbu rujak dan asap knalpot membuatnya bergairah.

"Aku akan menulis tentang seorang laki-laki, laki-laki yang melambangkan perjuangan semua laki-laki. Aku harus memikirkan sebuah nama yang epik. Sutan Malaka. Tidak, aku ingin nama yang bersuara yang keras seperti raungan amarah di awal namanya, seperti Malique. Eureka!"

Dengan tangan untuk menulis huruf-huruf di buku notes kecil terangkat ke arah puncak menara masjid terdekat, Mahiwal berteriak, "Malin Kundang!"

Cikarang, 20 Mei 2024

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun