Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Bagai Planet-Planet Membentuk Bayangan

11 September 2025   12:12 Diperbarui: 11 September 2025   09:51 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

di kaki bukit,
ada yang berharap
dalam keheningan
demi secercah kepastian
desa angker

tak seperti anjing matahari atau corona
bagaimana siang hari memandikan kita
lalui leleh jauh
mungkin perlu kutipan
bagaimana enam bulan
seseorang berbisik

bagaimana sehelai benang
pun dapat padami bara api

tak pernah benar berkembang
ku tahu aku pernah miliki harapan
bagai mimpi yang direduksi
jadi sudut dan damar

benih yang tumpah dengan harapan
untuk beristirahat

kutuangkan jelatang
kacau balau ke seluruh organ
tambahlah tonik hingga berbusa

menangkup cairan
hingga tetesku kolosal

tubuh turbulensi
sepanjang malam penuh serangga
sakramen kicauan kecil

keheningan yang terputus-putus
dan keheningan yang terputus-putus menyerah
pada bulan yang memuncak
dengan amarah mentari
lagu baru tentang gelap

tetapi aku juga berpura-pura
apa pun adalah awal
bahkan kabut napasku di pagi hampa
bahkan lekuk kepalaku di cermin kosong
bahkan bulan sabit menggantung di utara
mengait bagai luka di tengkorak
pengangkatan tumor stokastik

aku tak ingat
apa kata astrologi tentangnya
aku tak ingat
bagaimana doa berakhir
bagaimana segenggam dosa
menghalangi surga

tertinggal di sana di hadapan bukit
bagai kuil tanpa pemuja

tlah kunyanyikan banyak lagu
untuk api hingga menyemburkan abu
ke angin pasat

tak tinggalkan motif tersembunyi
aku meleleh
meleleh sadar

di sinilah aku, kondensasi---
atau, bahkan, lidah
menadah tetes hujan pertama

Bandung, 11 September 2025

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun