Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Seribu Gigitan, atau Satu

4 September 2025   12:12 Diperbarui: 4 September 2025   09:38 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Garpunya ragu-ragu di atas bola-bola ettawam. Manis sekaligus asam, baru matang di senja hari dari kebun pegunungan. Biasanya sebagai hidangan penutup, namun di ruangan ini, hari ini, Lituhayu akan menjadikannya makanan pembuka. Garpunya bergetar dan dia dengan cepat memasukkan buah itu ke dalam mulutnya.

Sang Pengadil tidak berkedip. Entah itu berarti gigitan ini, atau potongan ini aman. Atau dia tidak berkedip. Lituhayu tidak tahu. Belum.

Buah itu meledak di mulutnya. Dia mengembuskan kabut kuning dengan cepat, masih menunggu kedipan. Atau....

Tidak ada yang terjadi.

Lituhayu menusuk buah lain dan menghabiskan mangkuknya dengan cepat, melahapnya sendirian.

Dia menyeka mulutnya, tangannya lebih mantap sekarang, dan menghapus rasa getirnya dengan meneguk anggur tua secara perlahan, membiarkan rasa manis dan asam bercampur.

"Apakah tidak ada cara lain? Tidak ada ruang untuk kompromi? Perdamaian?"

Apakah Sang Pengadil tidak berkedip, bahkan saat menggelengkan kepalanya?

"Tidak ada sogok menyogok di sini."

Sang Pengadil mengulurkan tangan ke seberang meja yang penuh sesak dan mengambil sepotong amalkon yang masih meneteskan lemak hangat. Dia membiarkan cairan itu mengotori mulutnya, mengalir seperti anak sungai ke janggutnya yang sudah dipangkas rapi.

Lituhayu menggunakan garpunya untuk menusuk potongan di sebelahnya. Gigitan ini adalah gigitan yang sempurna, campuran lemak dan otot yang empuk, lebih lembut dari naggutir panggang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun