Album Pernikahan
Di foto itu, kalian semua mengenakan gaun warna limau dan rumbai, sepatu hak warna senada, terkulai di kursi berlapis  brokat dekat pintu ruang perjamuan. Di lantai, sebotol sampanye kosong terbalik di sampingmu. Momen yang menurut seseorang menyenangkan untuk diabadikan.
Berbulan-bulan kemudian, kamu menyesap anggur di apartemen pengantin baru, membolak-balik foto pernikahan, dan memaksakan diri untuk ikut tertawa bersama mereka. Kamu ingat bagaimana kamu meninggalkan kacamata di meja samping tempat tidur hari itu. Bagaimana pernikahan adikmu dengan pria yang kamu cintai masih terasa seperti mimpi buruk.
"Tetaplah di sini untuk makan malam," kata mereka, masih pura-pura tidak mendengar keinginanmu.
Dedaunan OktoberÂ
Melepaskan cengkeramannya, meninggalkan ranting-ranting telanjang dan rentan retak diterpa dingin yang semakin menusuk. Kamu mendorong troli dengan roda yang miring menyusuri lorong toko swalayan yang sempit. Kostum Halloween setengah jadi. "Jingles Bells" di sound system. Natal datang sebelum waktunya.
Di bagian kosmetik, wajah-wajah model berusia 20 tahun menggembar-gemborkan ramuan yang menjanjikan keremajaan untukmu.
Di balik masker tiga lapis, bibirmu yang menipis mendambakan ciuman. Kamu mendambakan api cinta yang segar menjelajahi tubuhmu bagai pulau yang baru ditemukan. Rindu mendengar seseorang berbisik di tengkukmu, "Kau gadis yang sangat nakal."
Hilang dan Ditemukan
Misalnya, senyum miring yang sama yang pernah ditujukan kepadamu muncul di wajahnya ketika dia melihatmu lagi. Rambutnya yang berbintik-bintik perak  mundur dari alisnya. Namun matanya, yang masih sewarna malam akhir musim kemarau, menenggelamkanmu dalam tatapannya. Napasmu tercekat bagai burung yang terjerat getah ketika dia menggeserkan latte mokamu di atas meja.