Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Surgaku

3 September 2025   00:00 Diperbarui: 2 September 2025   22:34 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

meski dalam beragam kondisi situasi
gumpalan halus, putih
yang melayang dianggap awan
dalam keadaan lain
bukanlah
miasma uap air sublimasi
yang menunggu untuk pecah
melainkan hantu atau layar
yang dijemur

di tempat binatu, seorang
orang dengan gangguan jiwa
bernama Samurai Ninja
memperkenalkan dirinya
dan bertanya apakah aku punya raja
Sebenarnya, dia agak menawan
dengan cepat merayu jalan
ke ventrikel kanan

"tidak," jawabku,
"tetapi sering kali sensasi
yang tak terlukiskan
bahwa tongkat Sultan
ditempatkan di suatu situs
canggung dan tak nyaman
menghantuiku.

momen ini sering kali disertai
berhamburannya mutiara dan rubi
meski yang terakhir semakin langka
kemunculannya dan, pada kenyataannya,
aku tampaknya telah maju
ke keseimbangan baru
hanya ada kesenangan dan
kesenangan dan kesenangan---
kesenangan yang dikuadratkan
kenikmatan yang luar biasa
kenikmatan
dari kenikmatan.
mengerti maksudku?"

entahlah
apakah si Samurai Ninja mengerti
tapi ketika aku bermeditasi
samurai ninja atau raja,
rasanya menempatkan diriku
di pusat pusaran badai disipatif
hak prerogatif aneh
testosteron menguap
menjadi awan musk
membengkak dan membengkak
turun hujan garam

dan aku terdampar
di pantai pulau terpencil
naufrage yang hampa
dengan mutiara sebagai matanya
rambut pirang tergerai
di wajahku
dalam sapuan
katun mumi Mesir yang lelah,
mulut terbuka secukupnya
untuk menyampaikan ekspresi
kesucian dan kemewahan.

matahari bagaikan garis emas
di latissimus dorsi-ku yang halus,
ombak menjilati garis cokelatku
dan membisikkan rangkaian kata sifat
yang tak terterjemahkan ke telinga
agar kubisa tahu langsung
keindahan tak tertandingi
kematian seorang wali.

Jawa Barat, 2 September 2025

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun