Seorang pria Korea yang memperkenalkan dirinya sebagai Indro setuju untuk membawa saya ke zona demiliterisasi. Indro mengatakan kepada saya bahwa dia suka bertemu orang dari Indonesia sehingga dia bisa melatih "bahasa"-nya. Dia memberitahu saya hal-hal lain juga.
Ketika kami berada di dalam mobilnya, dia bertanya apakah saya memperhatikan sesuatu pada kaca mobilnya dan kaca mobil orang lain. Ya. kaca mobil tersebut dihitamkan - warnanya sangat pekat sehingga petugas polisi di negara kita mungkin berasumsi bahwa pengemudi tersebut mempunyai niat jahat atau sedang melakukan sesuatu yang melanggar hukum. Indro memberitahu saya bahwa orang Korea lebih menyukai kulit yang lebih terang, jadi mereka memasang filter jendela mereka.
Saya mengulangi fakta ini dengan penuh keyakinan setiap kali saya menceritakan kisah perjalanan palsu saya kepada teman-teman di rumah.
Zona demiliterisasi (DMZ) adalah batas demarkasi yang membagi Semenanjung Korea menjadi Korea Utara dan Selatan sepanjang garis 38 Lintang Utara.
Ketika saya dan Indro tiba di sana, dia membawa saya ke puncak menara observasi dengan teleskop. Dari sana, kita bisa melihat DMZ yang ditutupi hamparan hutan hingga ke Korea Utara. Karena manusia tidak lagi menghuni kawasan tersebut, flora dan fauna berkembang pesat seperti sebelumnya.
Saat saya menatap kesenjangan antara kedua negara, mau tak mau saya memikirkan kesenjangan antara saya dan wanita tersebut. Mau tak mau saya berpikir bahwa saat kami terpisah sebuah hutan telah tumbuh di antara kami.
***
Masalah dengan cerita perjalanan palsu adalah narator atau perawi memperlakukan dirinya sendiri sebagai objek dan tujuan sebagai subjek. Dengan kata lain, cerita perjalanan palsu adalah cerita tentang suatu destinasi yang bertindak terhadap wisatawan. Destinasi bertindak sebagai katalis pencerahan, membenarkan gagasan perjalanan sebagai sarana penemuan diri. Sedangkan kisah perjalanan yang sebenarnya mengakui bahwa perawi atau pencerita bertindak sesuai dengan tujuannya.
Ketika La Nina, kapal Christopher Columbus mendarat di sebuah pulau yang kemudian dia beri nama Hispaniola, penduduk asli setempat menyambutnya dengan ramah dan menawarkan untuk menukar potongan emas mereka dengan lonceng yang sering dibawa oleh para pelaut. Penemuan emas tersebut membuat Columbus percaya bahwa Tuhan telah membimbing kapalnya sampai ke pantai.
Kapalnya bukan mendarat di pulau itu, pulau itu yang menabraknya.Â
Tapi kita semua tahu bahwa Columbus sedang mencari emas dan itulah sebabnya dia menemukannya. Kita semua tahu apa yang akan dilakukan Columbus dalam mengejar sesuatu yang sebelumnya tidak ada.