Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Rumah Berbisik: 8. Seseorang Mengintai

22 Agustus 2025   18:18 Diperbarui: 22 Agustus 2025   15:36 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Sebelumnya: Rumah Berbisik: 7. Peta Kuno

Gita tidak butuh undangan lagi. Dia melepas kausnya, menggulungnya menjadi bola, dan meletakkannya di tepi sungai. Tanpa menunda lagi, dia meluncur ke air, diikuti oleh Ratri dan Gilang.

Sakti menggelengkan kepalanya. "Baiklah, berenang saja," katanya sambil melepas kausnya dan menyelam ke dalam air. Pandu, anak yang paling tinggi, bergumam sambil mengumpulkan semua pakaian teman-temannya dan menggulungnya menjadi satu bundel dengan kausnya sendiri.

"Apakah mereka berencana untuk berjalan-jalan setengah telanjang di sisi sungai sebelah sana?" tanyanya pada dirinya sendiri sambil mengangkatnya tinggi-tinggi di atas kepalanya, mulai berjalan ke tepi sungai seberang.

Tidak terlalu jauh ke sisi lain, tetapi butuh waktu yang cukup lama bagi anak-anak yang bermain dan tertawa untuk sampai di sana. Mereka menikmati air yang sejuk dan menyegarkan, sama sekali tidak menyadari sosok di balik pohon yang mengamati setiap gerakan mereka.

Baru setelah mereka keluar dari air di sisi lain, Faris menyadari bahwa dia tidak punya baju untuk dikenakan. "Astaga, sekarang aku harus berenang kembali untuk mengambil bajuku!" keluhnya. Beruntung baginya, Pandu datang menyelamatkannya. "Ini, sebelum kamu masuk angin!" kata Pandu sambil melemparkan baju Faris ke arahnya.

Faris hanya tertawa. "Setidaknya kamu ada gunanya juga, Pandu!" candanya.

Pandangan Sakti tertuju pada Gita, yang berdiri di sana dengan rambut panjangnya yang basah kuyup oleh air sungai. Tetesan air berkilauan seperti berlian kecil di bawah sinar matahari. Rambutnya yang basah membingkai wajahnya yang memancarkan kecantikan yang polos dan hampir seperti bidadari. Ada sesuatu tentang Gita saat itu. Mungkin cara sinar matahari menyinari rambutnya atau kegembiraan di matanya, yang menarik perhatian Sakti dengan cara yang baru dan berbeda.

Gita mendongak, matanya menatap Sakti.

"Apa sih, yang kamu lihat?" tanya Gita. Suaranya ceria, senyum lebar menerangi wajahnya dan semakin melembutkan raut mukanya. Senyumnya tidak hanya di bibirnya, tetapi juga di matanya, membuat Gita berkilau dan semakin memikat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun