Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Batu Bata Baris ke-19 di Dinding

5 April 2024   20:34 Diperbarui: 5 April 2024   20:35 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

sudah cukup untuk membuat

sudut-sudutku menjadi lesung,

saat wajahku ditendang rompi bermonyet,

siapa yang menyukai tetangga kita yang minim

bukan itu yang menarik minat mereka


yang berada di baris kesembilan belas

siapa yang tidak pernah menanggung rasa

sate siput terangsang pedas

begitulah hidupku, sebuah batu bata yang tak pernah penting.

kutelah melihat segala sesuatu sebagai batu bata yang biasa,

mulai dari permukaan yang terkelupas dan gas air mata  yang dipahat,

kasih sayang yang penuh cinta dari seekor keong yang terangsang

aku bahkan ingat

 sedang diperbaiki oleh rompi bermonyet,

lengannya berbulu dan gemuk gagal meraih baris kesembilan belas,

meski dia teringin sekali mengintip tetangga yang minim

sudut-sudutku bersorak ketika melihat tetangga yang minim

tergelitik ketika jari-jarinya menyentuh batu bata yang kaku ini

terdengar gonggongan sopan dari baris kesembilan belas,

aku tertawa bangga

aku tertawa menembus lesungku

aku memata-matai rompi bermonyet tua tersayang,

yang menolak menghancurkan siput tua yang malang.

melarikan diri ke dinding, siput yang terangsang,

kutatap pantat tetangga yang minim,

yang mengedipkan matanya pada rompi bermonyet,

cemburu, menangkap batu bata buangan ini,

amarahnya mengambil alih dan mengikat mortirku,

dan aku bermimpi memukul baris kesembilan belas.

mereka berkotek mengiba di baris kesembilan belas,

jejak basah ditinggalkan siput yang terangsang,

Tepat di alur yang tercampur melengkung di lesungku,

dia menanggalkan blusnya, tetangga kita yang minim,

menatap tak bergerak, aku batu bata penuh nafsu gairah,

dan dia diikuti ke dalam, dengan rompi bermonyet.

bajingan yang beruntung, rompi bermonyet sayang,

dan di atasnya, diam di baris kesembilan belas,

meruntuhkan batu bata yang lembek ini, tak kunjung keras

menatap siput terangsang yang ciut mengecil,

memimpikan kamar kerja tetangga yang minim,

kini putih menjadi warna lesungku, meleleh

tetangga yang bermonyet singkirkan siput yang terangsang,

Baris kesembilan belas muak dengan tetangga yang minim

setidaknya, aku batu bata, dengan lesungku masih bisa bermain

CIkarang, 5 April 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun