Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Terdampar di Perut Bumi - Buku Satu: Terdampar (Part 38)

20 April 2023   22:22 Diperbarui: 20 April 2023   22:23 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Sebelumnya....

Mata Zaki membelalak, nada suaranya panik saat dia mengeluarkan kata-kata yang ingin diucapkan Tiwi.

"Lu gila? Bangun! Kita nggak ngerti ini pasir apaan. Lu sembarangan aja langsung gegoleran!"

Miko sama sekali tak menggubis peringatan Zaki. Dia mengulurkan tangan dan kakinya dan mengepakkannya ke depan dan ke belakang.

"Zaki betul, Mik," Tiwi menyenggol kaki Miko dengan kakinya. "Berhenti berguling-guling di pasir ajaib!"

"Sebelum di sini,  kita sudah berenang ke pantai." Miko mengangkat tangan untuk melindungi matanya. "Dengar, kalau ada side effect, misalnya kita berubah jadi zombie atau mendapat kekuatan super, itu pasti sudah terjadi. Sejauh yang gue tahu, gue tidak belum bisa melihat tembus pandang dengan kekuatan sinar-X," katanya sambil menyeringai.

Miko berdiri dan mundur selangkah dari ciptaannya. Malaikat pasir itu berkilauan seolah-olah ditaburi ribuan berlian kecil. Sesaat kemudian, partikel pasir mulai berkilauan, awalnya perlahan, tapi kemudian sangat cepat, seperti logo animasi. Miko berlutut, mulutnya menganga lebar. "Gileee...  malaikat pasir!"

"Wow!" Tiwi berseru kagum.

Miko mengguncang bahunya. "Lu harus melukis ini gitu kita pulang ke rumah!"

"Ya,  Bro. Itu ada dalam daftarku dan semua yang aneh di sini."

Tiwi membungkuk lebih dekat untuk memeriksanya. Partikel-partikel itu sehalus debu saat menyebar melalui jari-jarinya. Dia belum pernah melihat yang seperti itu. Tapi sekali lagi, seluruh pulau dan dua mataharinya yang aneh tampak seperti sesuatu yang bisa disulap oleh fantasi. Dia melirik untuk melihat reaksi Zaki, tapi dia membuang muka.

"Kok bisa?" Miko terus menggelengkan kepalanya, suaranya penuh dengan kekaguman.

"Gue ... entahlah," kata Zaki.

Zaki tampak sedikit ketakutan, tetapi Tiwi tahu persis bagaimana mengalihkan perhatiannya: mereka harus fokus pada bagaimana menggunakan barang-barang ini untuk keuntungan mereka daripada memikirkan semua keanehan. "Hei, teman-teman, mengapa kita tidak menulis SOS yang sangat besar atau semacamnya?" Tiwi bertanya.

Senyum menghiasi wajah Zaki. "Oh wow! Itu ide yang bagus. Kita pasti akan mendapatkan menarik perhatian seseorang."

Tiwi mengambil tongkat panjang dan menelusuri huruf-huruf raksasa di pasir. Dia hanya bisa berharap pesan SOS cukup besar untuk dilihat helikopter dari udara, jika ada yang mau repot-repot terbang ke arah mereka. Dia membuang pikiran itu  bersama dengan malam tiba dan laba-laba pemakan manusia raksasa.

Sambil menelan ludah dan memaksakan senyum, dia berkata "Teman-teman, aku akan membuatnya lebih besar---amaaat besar. Mengapa kalian berdua tidak menggali lubang untuk membuat api unggun? Kita tidak bisa membuang waktu yang berharga."

Menatap ke seberang laut, Miko mengambil batu pipih seukuran telapak tangan dan melemparkannya. Batu itumelompat sepuluh kali di sepanjang permukaan yang mengilap. Dia mengepalkan tinjunya ke udara. "O yeah!"

Tiwi menyibak rambut dari lehernya. Saat itu masih pagi dan matahari sudah membakar kulit. Bagaimana yang akan mereka lakukan ketika tengah hari tiba? Dia jengkel melihat tingkah Miko yang kekanak-kanakan. Zaki tampaknya bisa fokus. Kenapa dia tidak bisa?

"Mik, ada apa denganmu?" seru Tiwi. "Apakah kamu tidak ingin diselamatkan? Karena tampaknya begitu."

Zaki mengangguk. "Berhenti main-main, bro. Kami butuh bantuan lu."

"Oke, gue datang." Miko menjatuhkan segenggam batu dan membersihkan kemeja dan celana pendeknya.

BERSAMBUNG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun