Bambu bengkok karena berat badanku dan dahan pohon asam bergetar saat menerimaku. Tapi Udin aman di tempatnya dan tidak terganggu oleh kedatanganku. Dia membungkus kakinya erat-erat di dahan dan jari-jarinya lengket dengan buah asam.
"Kamu persis monyet," kataku padanya.
"Kamu yang monyet," balasnya.
Kami duduk di cabang pohon dan makan asam jawa sebanyak yang kami bisa sampai perut kami mengeluarkan suara menggelegak. Udin kentut dan bau asam menguar. Aku mengipaskan tangan untuk menghilangkan baunya.
"Kamu pikir kentutmu wangi?" tanyanya padaku.
"Kamu mau cium?" aku balas bertanya.
Aku tidak tahu berapa lama kami berada di atas pohon asam atau berapa waktu yang kami habiskan sejak bermain kerjar-kejaran. Namun, aku khawatir keluarga kami akan terbangun dari tidur siang mereka. Kami akan mendapat masalah jika mereka menyadari bahwa kami hilang.
"Kita harus pulang, "kataku pada Udin.
"Sebentar lagi," katanya sambil kembali memetik buah asam dari dahan terdekat.
Aku kagum pada berapa banyak asam yang bisa dia makan.
"Mulutmu tidak gatal?" aku bertanya.