Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Skandal Sang Naga (Bab 10)

2 Maret 2023   00:00 Diperbarui: 2 Maret 2023   00:08 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Di seberangku ada pintu ruang tamu yang setengah terbuka. Aku menyeberang ke sana, mendorongnya lebar-lebar, melangkah masuk, dan membeku. Di tengah karpet terdapat apa yang dulunya sebuah boneka gadis Cina dalam kostum cheongsam. Hanya kini pakaian boneka itu koyak dan isiannya bertaburan di atas karpet. Tidak jauh dari boneka itu tergeletak katalog lelang yang ditunjukkan Archer di meja resto Naga Cina.

Samar-samar, hidungku mencium bau tembakau rokok yang kukenal, dan dengan waspada aku menatap ke sekeliling ruangan. Meja berkaki gelendong yang terbalik, lampu berlapis emas di sampingnya, vas porselen yang pecah dan bunga mawar yang berserakan.

Lalu tiba-tiba saya melihat kaki yang anehnya terlalu kecil untuk orang sebesar Archer, tertekuk membentuk sudut siku-siku satu sama lain. Aku melihat jeans belel, T-shirt yang sobek, asbak kristal besar bernoda darah di samping kepala dengan potongan rambut pendek model tentara.

Mungkin aku telah memandangi Archer selama tiga puluh detik sebelum menyadari bunyi itu. Detak berirama yang mendominasi ruangan yang sunyi.

Aku berputar dan menukik pada kronometer yang tergeletak menghadap ke atas di lantai.

Terdengar suara seseorang berteriak, 'Demi Tuhan, diam!' yang ternyata adalah suaraku sendiri. Aku menjatuhkan benda itu kembali ke lantai, menegakkan punggung, dan kembali ke tubuh Archer.

Aku tidak menyukai apa yang kulakukan, tetapi kemungkinan bahwa dengan menggeledah saku Archer dapat menghasilkan petunjuk tentang identitas pembunuhnya membuatku membungkuk, dan mendadak melompat ke belakang seolah-olah aku terkena tembakan.

Aku sangat gugup, dan dering telepon yang tiba-tiba di ruangan itu sama saja seperti letusan peluru di di perpustakaan.

Aku menenangkan diriku dengan menggoyang badan seperti anjing dimandikan paksa dan beralih ke telepon yang terletak di atas meja kecil di samping sofa.

Awalnya aku ragu-ragu, lalu mengangkat gagang telepon dengan menutupi tanganku dengan saputangan di saku dada jas.

Terdengar suara seorang wanita yang terengah-engah. "Ini Nikki. Aku benar, Ranya. Dia sangat ingin tahu tentang Mike dan Reformasi. Aku pikir sebaiknya..."

Suara itu bergetar tidak pasti, lalu melanjutkan dengan nada mendesak, "Ranya, ini kamu, kan?"

BERSAMBUNG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun