Aku terbangun, ketakutan. Kamar gelap gulita dan angin serta hujan berderak di jendela.
Aku menarik selimut menutup leher dan bahu, tindakan yang kulakukan tanpa sadar sementara menunggu mata menyesuaikan dengan kegelapan.
Sekilas melirik jam di samping tempat tidur yang memberi tahuku waktu menunjukkan pukul dua tiga puluh dini hari.
Saat mataku menyesuaikan dengan kegelapan, aku mulai mengenali bentuk-bentuk yang kukenal di sekitarku: Meja tempat aku sering menggambar, bola basket yang kutinggalkan di lantai, gambar bintang pop favoritku di dinding yang bisa kukenali, meskipun aku tak dapat melihatnya sepenuhnya.
Saat itulah aku melihat pintu lemari pakaian di sebelah tempat tidur sedikit terbuka. Apakah aku membiarkannya seperti itu sebelum tidur? Aku rasa tidak, tetapi tidak yakin juga.
Saat itulah aku melihat sosok besar duduk di kursi tunggal di sudut ruangan.
Aku membeku ketakutan. Sebagian dari diriku ingin berteriak minta tolong, sebagian dari diriku ingin bersembunyi di balik selimut. Namun, aku tak dapat melakukan yang terakhir, karena aku yakin bahwa segera setelah aku melakukannya, bayangan yang berada di kaki tempat tidur akan menerkam dan menyeretku ke dalam lemari, tidak pernah terlihat lagi.
Di luar hujan terus mengguyur jendela. Dahan-dahan pohon bergoyang-goyang tertiup angin, dedaunan bergemerisik seolah-olah hidup dan ramai berceloteh dalam bahasa yang tak kumengerti.
Aku melihat kembali ke arah bayang-bayang di kaki tempat tidur dan monster yang kutahu sedang duduk di kursi, menatapku, giginya siap merobek dan mengoyak dagingku.
Apakah dia berpindah tempat? Tampaknya lebih dekat sekarang atau hanya pikiranku yang mempermainkanku.
Aku menjerit kecil karena khawatir ketika terdengar derit di luar pintu kamarku. Aku tidak yakin harus melihat ke mana sekarang, karena aku tahu mengalihkan pandangan dari monster itu akan membuatnya menerkam.
Pintu kamarku terbuka dan cahaya masuk. Kegelapan surut bersama dengan ketakutanku. Sekarang aku dapat melihat bahwa apa yang kupikir adalah monster hanyalah boneka beruang besar yang baru-baru ini dibelikan ayah untukku di pameran produk UMKM, yang kuletakkan di kursi sebelum aku tidur malam ini.
Sebuah sosok yang akrab terlihat di ambang pintu
"Ada apa, Dinda? Mimpi buruk?" tanya ibuku, melangkah masuk.
Ibu datang dan mencium keningku.
"Tidak apa-apa, Sayang," bisiknya. "Hanya badai, tidak bisa menyakitimu. Kembalilah tidur."
Semuanya baik-baik saja. Monster-monster yang beberapa saat lalu tampak begitu nyata hanya ada di kepalaku.
"Malam, bu," bisikku lelah, sudah dalam perjalanan kembali tidur.
***
Dari dalam lemari, tak terlihat oleh Dinda dan ibunya, sepasang mata yang gelap, jahat, dan penuh kebencian mengawasi dan menunggu.
Bandung, 30 November 2022