Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Batas-Tak-Bertuan (IV)

13 November 2022   17:00 Diperbarui: 14 November 2022   11:38 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Lampu tahun di atas meja peramu minuman yang berbentuk ladam benderang bagai menyambut perayaan gencatan senjata Antar Dunia. Langit-langit cermin di atasnya berkilauan, memantulkan cahaya. Kendi yang berjejer di rak tak kalau menyilaukan, dengan janji rasa eksotis dan suasana hati yang berubah-ubah.

Di atas meja juru ramu, sebuah rak gantung menampung deretan tempayan, mangkuk dan batok, tabung bambu bahan-bahan, dan botol umbi ungu yang didapat dari kapal-kapal rongsokan. Lampu tahun dan lilin jarak menjuntai dari tepi, riam pancaran cahaya ke sekitarnya, menghasilkan titik-titik biru di atas meja.

Selapis papan kayu berada di atas rak, menonjol ke langit-langit dengan warna yang genit berani. Diterangi dengan warna kuning dan oranye, tertulis, "Kedai Malin."

Untuk mengundang para pelancong yang sebentar lagi akan turun dari kapal, Malin membuka kandang jangkrik di bawah meja dan melempar beberapa butir beras. Serangga-serangga gemuk itu bernyanyi, "Kriiik! Kriiik."

Dia menangkap beberap ekor. Kulit mereka yang hijau cerah dengan bintik-bintik hitam keemasan, meronta-ronta di telapak tangannya yang lebar, antena mencuat di udara. Malin melemparkan semuanya kecuali seekor ke dalam kotak panggang.

Tanur pemanggang berada di di ruangan belakang, dikelilingi oleh sistem aliran udara yang rumit. Malin menyalakan api dan kincir angin pendingin ruangan berputar. Dalam waktu tiga puluh detik, bau jangkrik panggang yang lezat mengusir semua bau lain dari kedainya. Sangat menggugah selera. Mulutnya berair. Ketika perutnya memberontak berbunyi nyaring, dia memasukkan jangkrik hidup dari tangannya ke dalam mulut, menggigit kepala yang terasa renyah, memakannya mentah-mentah, menikmati gurihnya dan semburan cairannya yang serupa telur kocok. Jika dibumbui dengan rempah-rempah rasanya akan sama dengan kambing guling, seorang pelanggan pernah berkata.

Sambil mengunyah kulit jangkrik yang terselip di gigi, Malin mengikat celemek di tubuhnya. Tangannya yang kasar, yang telah membuat banyak pelanggan bandel keluar dari pintu, mencuci kain lap dan mengelap meja. Segera setelah itu, kendi-kendi dan batok-batok yang belum sempurna dibilas masuk ke dalam baskom berisi tuak hambar yang akan membunuh sumber penyakit jika ada. Warna baskom yang tadinya kuning kayu muda kini kecokelatan karena semua butir pasir yang melekat di pori-porinya, suram dan pudar, jauh melewati masa jayanya. Dengan lembut, dia meletakkan setiap batok yang sudah dibersihkan di rak atas meja peramu, siap digunakan untuk pelanggan yang masuk.

Pintu depan terbuka dengan suara berderit. Satu sosok manusia melangkah masuk. Rambut hitam, kulitnya kuning kecokelatanTidak terlihat seperti agen rahasia atau serdadu Dunia Barat. Di belakangnya mengikuti serombongan bayangan semilir seperti melekat padanya, sehingga penampilan dan cahaya tubuhnya meredup.

Malin menggosok-gosok matanya, bertanya-tanya apa yang salah dengan penglihatannya. Apakah bayangannya baru saja bergerak? Di mana penumpang kapal lainnya? Meja-meja kedainya mampu menampung sampai lima puluh kursi. Bangku tinggi di depan meja peramu untuk menampung dua lusin pelanggan, dan bisa menjejalkan lebih banyak lagi bagi mereka yang mau berdiri, terutama jika Musahito tidak berkeliaran dan bersikap sebagai penjaga keamanan Langkaseh.

"Kapal besar lapuk itu penumpangnya cuma kamu?" dia bertanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun