Tapi Ataya punya pikirannya sendiri. Pertanyaannya sendiri. Dan semua yang Citraloka pernah katakan padanya untuk dilakukan adalah menunggu sampai dia siap, bahwa segalanya akan menjadi lebih jelas setelah inisiasinya.
Dia sudah dewasa kini, dan dia ingin menjadi seperti yang lain. Kuat. Percaya diri. Untuk bisa berjalan menembus dinding tanpa membenturkan kepala.
"Tidak apa-apa," kata Ataya pada Sanja saat dia membuka telapak tangannya. Bola kaca melayang ke arahnya.
"Kupikir Penyihir Kota Kembang harus dimaafkan," kata Sanja. "Dia telah melakukan tugasnya dengan kemampuan terbaiknya. Dia harus pergi. Sekarang."
Saras mencondongkan badannya. "Tapi kami hanya---"
Sanja mengangkat tangannya. Dia kemudian menoleh ke Ataya dan tersenyum sedih. "Kamu harus pergi sekarang," katanya dan memeluk Ataya, membisikkan sesuatu di telinganya. Ataya terlihat bingung saat Sanja mencium keningnya. "Berhati-hatilah," katanya.
Dan Ataya menghilang.
***
"Ambu pulang," kata Citraloka sambil mengeluarkan botol dan tabung dari tasnya. "Bagaimana pertemuannya? Apakah ada kejadian menarik?"
Ataya mengacungkan bola kaca di sakunya dan memutar lidahnya dengan gugup saat dia menggelengkan kepalanya.
Citraloka sudah selesai mengeluarkan barang-barangnya dan melihat Ataya dengan alis berkerut.