Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Legenda Sang Perusak (Bab 29)

4 Oktober 2022   16:30 Diperbarui: 4 Oktober 2022   16:30 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Menggelengkan kepala melepaskan perangkap mimpinya, Gumarang dengan gemetar menarik napas dan melanjutkan. "Saat itulah aku melihat lampuku tergeletak hancur di lantai, seolah-olah dihancurkan oleh kekuatan yang sangat besar. Perasaan bahwa aku tidak sendirian keluar dari mimpiku, tetapi kemudian memudar saat aku mencoba menjernihkan pikiran.

Aku mencoba meyakinkan diriku bahwa akulah yang telah menjatuhkan lampu, tetapi kupikir lagi, itu tidak mungkin. Aku berpikir orang-orang yang mengalami mimpi buruk saat tidur seharusnya berupaya sedemikian rupa untuk mencegah mereka secara fisik mewujudkan mimpi mereka. Saya pikir, aku benar-benar berpikir bahwa seseorang ada di rumahku. Itulah sebagian besar alasanku berada di sini malam ini.

Jika ada sesuatu yang masuk ke rumahku dan menyerangku setiap kali aku tidur, kurasa aku tidak bisa tinggal di sana lagi."

Dengan ekspresi serius di wajahnya yang menunjukkan bahwa dia tidak lagi mabuk, Tando menjawab, "Aku tidak tahu apa yang Awak ingin aku lakukan, Gumarang. Menurutku, awak seharusnya menelepon shurta. Mereka mungkin bisa menemukan siapa pun yang ada di rumah itu. Tapi mimpi itu terdengar seperti mimpi buruk yang sangat biasa bagiku, kalau awak ingin menyebut mimpi buruk itu normal. Aku yakin ada simbolisme di suatu tempat, tetapi aku tidak dapat membantu awak ketika awak tidak tahu apa yang terjadi dalam hidup awak."

"Itu tidak sepenuhnya normal!" seru Gumarang. "Tidak ada yang membuatku takut seperti itu sejak aku masih kecil. Apakah kau tahu bagaimana rasanya bangun dan sadar, dan maksudku benar-benar sadar, bahwa seseorang baru saja hendak membunuhmu?"

"Tidak, aku tidak bisa bilang kalau aku tahu rasanya, tetapi jika itu seperti apa yang baru saja awak dijelaskan, aku dengan senang hati melewati hidup tanpa mencari tahu. Bagaimana jika kita balik ke rumahku di mana kita dapat membicarakan hal ini lagi dengan damai dan tenang? Aku punya lebih banyak tuak di sana."

"Apa? Kau gila! Aku suka di sini dengan orang-orang di sekitar kita. Aku cukup takut sehingga tidak dapat membayangkan kembali ke tempatku. Kau tahu istilah, 'Makin ramai makin aman'?"

"Ya, aku rasa aku mengerti maksud awak," Tando setuju. "Kurasa aku juga tidak ingin kembali ke sana setelah awak bilang begitu. Ayo tambah lagi tuaknya biar kita lupa dengan soalan ini."

Tando melambai tangan ke abdi kedai dan Gumarang duduk kembali. "Lebih baik seperti itu. Jika kita pingsan di sini, bagaimanapun juga, masih lebih baik. Kita boleh membicarakan ini lebih banyak besok di siang hari penuh."

Tiga jam kemudian, Gumarang dan Tando dipaksa pergi karena kedai tutup untuk malam itu. Semua pikiran tentang mimpi itu hilang dari pikiran mereka yang mabuk tuak, sehingga mereka tidak ragu untuk kembali ke rumah Tando. Bahkan jika mereka pergi ke tempat lain, itu tidak akan menjadi masalah. Tidak ada yang terjadi sepanjang malam.

Gumarang terbangun keesokan siang dengan pengar yang lebih parah daripada yang pernah dialami dalam hidupnya. Terlebih lagi, saat itu hujan dan mendung gelap seperti hampir malam.

Saat dia merangkak dengan kepala berdenyut dari sofa yang dia tidak ingat pernah tergeletak di atasnya, dia melihat Tando duduk di kursi di sisi lain ruangan, tampangnya lebih buruk seakan baru saja kepalanya kena tembak

"Ya Tuhan. Kau terlihat seburuk yang aku rasakan. Apa yang kamu lakukan sepagi ini?" Gumarang menggerutu.

"Aku juga merasa seburuk penampilan awak, percayalah," Tando menjawab sambil mengerang. "Dan ini bukan pagi. Sudah jam setengah dua, dan aku sudah bangun sejak geraimu menelepon. Mereka membutuhkan awak di sana."

Gumarang kaget. "Apa! Jam berapa ini? Kenapa kau tidak membangunkanku?"

"Pelan-pelan, bung. Aku sudah mencoba membangunkan awak, tapi awak bilang 'berambuslah dan tinggalkan aku sendirian atau aku akan muntah ke muka kau'. Percayalah, aku tidak suka muntah dan aku juga tak tahu apa masalah di gerai awak. Aku tidak terlalu banyak berpikir akhir-akhir ini. Anak buah awak menelepon sekitar satu jam yang lalu, yah, tidak ... lebih seperti dua jam. Tapi aku ragu apakah itu penting."

BERSAMBUNG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun