Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Penyihir Kota Kembang: I. Lahir dari Penderitaan (Part 3)

30 September 2022   15:00 Diperbarui: 30 September 2022   15:03 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Andre terdiam cukup lama, tetapi kemudian menggeleng. "Dia anak pertama beta, dan dia selalu menemani beta nonton Liga Inggris ...."

"Jadi, apa yang kamu inginkan dari kami, Andre?"

"Beta sedang berpikir," Andre menggaruk kepalanya, "jika mungkin ada cara ... Anda tahu, mengembalikannya. Bisakah Anda melakukan itu?"

Citraloka menatapnya sejenak.

Lalu lainnya.

"Iya." Dia akhirnya berkata. "Ya, kami bisa."

Andre berseru, "Oh, Penyihir Agung, terima kasih yang tak ter---" tapi kalimatnya terputus saat dia merasakan sorotan sedingin es dari para penyihir. "Terima kasih," katanya mengoreksi dirinya sendiri.

"Kami akan memberimu gelang yang bagus. Sentuh putramu saat kamu memakainya, dan masalah kamu akan terpecahkan. "

"Hanya itu?" Andre bertanya heran.

"Hanya itu."

"Di mana beta pakai itu gelang?" tanyanya.

Citraloka menatapnya kosong. "Di kepala."

"So," dia terkekeh. "Berapa beta musti bayar?"

Citraloka mencondongkan tubuh ke depan. "Barang bagus harganya tinggi dan---"

"Beta akan lakukan," kata Andre sambil berdiri dengan penuh semangat. "Beta akan bunuh mama beta. Tidak, beta bicara jujur. Beta bersedia berkorban dan menumpahkan darahnya ke dalam ember untuk Anda semua. Mama beta telah membuat masa kecil beta tidak bahagia dan selalu merendahkan beta. Kemudian beta akan bunuh istri beta yang selalu menghina beta di ranjang. Dia sudah terlalu tua, jadi membunuhnya tidak akan sulit. Yang perlu beta bikin---"dia terdiam saat melihat pandangan jijik di wajah para penyihir.

"Broer..." Chintami berkata, "itu mami jij."

"Tadinya aku mau bilang," Citraloka menimpali, "Barang bagus harganya tinggi dan kami akan meminta mahar sembilan ratus ribu untuk jimat itu---ngapain kami menginginkan darah ibumu? Kami penyihir, bukan vampir."

"Oh, beta kira .... " Suaranya menghilang saking malunya.

"Bayar saja agar kamu bisa segera pergi."

Andre menepuk sakunya. "Beta seng ada uang tunai."

Citraloka menghela napas dan menjentikkan jarinya saat salah satu penyihir lain memberinya sebuah alat mungil.

"Jangan khawatir. Kami punya card reader. Debit atau credit card?"

***

Sore harinya, Chintami menarik tangan Citraloka dan menyeretnya ke pojok gua yang sunyi.

"Apakah jimatnya benar-benar ...."

"Itu akan menyelesaikan masalahnya," jawab Citraloka, menghindari mata Tni, berbisik, "hanya saja bukan dengan apa yang diharapkannya. Anaknya impoten, bukan penyuka sesama jenis. Gelang itu dari Hawaii, jimat untuk memahami penderitaan orang pertama yang disentuh pemakainya. Aku dapat waktu menghadiri pernikahan Ratu Oleahoe. Jimat itu akan membuat dia makin mengerti anaknya. Sebenarnya jimat itu untuk para pemimpin yang tidak punya empati pada penderitaan rakyat, tapi pemimpin sekarang lebih percaya arloji berjenama daripada gelang akar bahar."

"Erg goed," bisik Chintami.

BERSAMBUNG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun