Sambadi Lambo sangat cocok dengan suasana tenang dan sepi pengunjung di Skypool. Setelan jas gelapnya yang seperti penampilan yang sempurna. Dia mengenakan dasi sutra bergaris, sepatu hitamnya mengilap bagai cermin.
Kami duduk bersama di sudut ruangan dekat jendela kaca piring menghadap ke biru kolam renang dan langit Jakarta. Tempat itu praktis sepi kecuali beberapa milenial di bar.
Seorang pelayan muncul dengan dua gelas Jack Daniels di atas nampan yang dipernis. Sambadi menunggu sampai pria keluar dari jarak dengar sebelum dia berkata, "Gadis kecil di Bogor, kamu tidak tahu asal keluarganya, kan?"
"Sayangnya tidak," kataku. "Yang kutahu hanyalah Namanya Kartika. Ria hanya mengatakan bahwa dia adalah keponakannya dan dia menghabiskan sebagian besar waktunya bersama mereka."
Aku menyesap wiski dan menyalakan sebatang rokok. "Apakah mungkin nama Kartika hanya kebetulan?"
'Bisa jadi', kata Sambadi.
"Tapi menurutmu tidak?"
"Mari kita lihat faktanya: Kartika adalah nama yang disebutkan oleh Diego, pelaut Kuba yang meninggal, benar?"
"Benar," jawabku. "Pria itu mengigau dan setengah demam, tapi aku mendengar dia menyebut 'Kartika' beberapa kali."
Sambadi mengangguk. 'Dan kita menganggap bahwa kemungkinan besar itu adalah pacarnya."