"Siapa yang tidak senang meninggalkan sekolah ini?"
Untuk sesaat, suasana tetap hening sampai akhirnya seorang cewek yang duduk di dinding belakang mengangkat tangannya. "Huuu!" temans-temannya bersorak sambil tertawa. Dinding aula menggaungkan smenjadi berisik. Kepala sekolah segera memperingatkan mereka.
"Kenapa kamu tidak senang?" tanyanya sambil menunjuk gadis itu.
Dia menggeliat tubuhnya perlahan dan akhirnya berdiri. "Karena saya tidak ingin meninggalkan sekolah ini. Sekolah itu banyak memorinya, sih," katanya sambil tersenyum gugup.
"Yeee! Memori daun pisang!" terdengar teriakan mengejek.
"Oya cukup. Tidak apa-apa," Kepala Sekolah menunjuk ke siswa yang mencemooh untuk memperingatkan mereka.
Dia menelan ludah sebelum melanjutkan. "Bapak sangat senang dengan kalian semua. Dan tak lama lagi kalian yang memutuskan untuk ikut SNMPTN atau ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi lainnya, Bapak doakan...." katanya. Jeda untuk bernapas.
"... Semoga kalian beruntung," katanya mengakhiri.
Dia berjalan keluar aula bersama wakil kepala yang mendampinginya diikuti oleh guru-guru lain yang datang sebelum siswa berkumpul. Gaung suara menggumam dengan nada rendah kembali menggema.
"Hei, Rano, apa kabar?" Sebuah suara memanggil.
Rano berbalik. Seorang anak laki yang dia tidak tahu namanya, tapi murid di kelas IPS. "Hai apa kabar?" dia membalas.