"Aku rasa kamu sudah melakukan pekerjaan dengan baik, tetapi sekarang kamu juga harus mematuhi perintah dokter. Aku punya sesuatu untuk menenangkan urat sarafmu yang tegang."
Aku memeluk bahunya untuk membuatnya tenang dan menuntunnya ke pintu. Berbalik untuk menatap si pelaut Kuba, dia mendesah dan menggumam kata'Kartika', tapi aku tidak sepenuhnya yakin.
Aku dan Kirana keluar diam-diam dan kembali ke kamarku. Kubuka koperku dan mengeluarkan sebotol kecil wiski.
"Aku membawanya sebagai obat," kataku sambil mengedipkan mata ke Kirana, dan dia tersenyum lemah.
Dia menyesap minuman itu sementara aku mengusap air mata dari pipinya. Maskaranya luntur, menodai kulitnya yang kuning gading. Aku mengangkat tanganku yang bebas untuk membelai wajahnya dan dengan hati-hati menghapus riasan yang hitam pekat.
"Nah, sudah bersih seperti baru."
Kirana berjingkat dan mencium pipiku. Dia menghela napas panjang. "Terima kasih."
Aku menoleh dan mencium bibirnya dengan lembut yang dibalasnya dengan penuh gairah. Lidahku dan lidahnya bertemu....
BERSAMBUNG