Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tahan Napas

14 Januari 2022   07:26 Diperbarui: 14 Januari 2022   07:33 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
optic-point-de-vue.fr

Mengambang hanya dengan ditopang oleh ujung jarinya di bibir kolam, dia menarik napas panjang, perlahan, dan dalam.

Setelah paru-parunya penuh terisi udara, dia menenggelamkan tubuhnya, berbalik menghadap ke sisi yang jauh dan mendorong sekuat tenaga dengan anggun berenang di bawah air. Dia tahu dari pengalaman bahwa dibutuhkan delapan hentakan seperti katak untuk mencapai dinding yang berlawanan.

Berkonsentrasi pada gerakan halus agar tidak ada energi yang terbuang. Dia mencoba menjaga diafragmanya tetap rileks, menahan udara yang sangat berharga di dalamnya. Enam, tujuh, delapan...jari-jarinya menyentuh sisi dan dia memutar tubuhnya, merasakan jari-jari kakinya menyentuh dinding keramik yang dingin lalu mendorongnya lagi, kembali ke sisi yang lain.

Menyesuaikan diri dengan irama yang sangat dikenalnya: tangan menarik, kaki menendang, tarik dengan tangan, tendang dengan kaki.

Meskipun dia mengenakan kacamata, tetap saja dia memejamkan matanya untuk berkonsentrasi, dengan hanya membuka sekilas sekali-kali untuk memastikan dia masih berenang selurus mungkin bolak-balik melintasi kolam. Membentur sisi dan berbalik lagi, mendorong kembali ke arah lain.

Dia masih merasa baik, lima putaran awal mudah saja.

Rekornya adalah sepuluh putaran. Mungkinkah hari ini dia bisa memecahkan rekornya sendiri?

Saat dia melakukan putaran keenam, dia merasakan paru-parunya mulai panas. Dia mencoba untuk fokus pada suara gelembung air yang mengalir melewati telinganya, dan mulai mengeluarkan sedikit udara melalui hidungnya untuk mengurangi tekanan.

Putaran kedelapan, paru-parunya mulai terbakar, maka dia mengalihkan pikirannya ke hal lain.

Dia memikirkan betapa sunyinya di bawah sini. Hanya bunyi kecipak airnya, tidak ada yang lain. Di atas, di udara---udara yang berharga!---kebisingan, banyak kebisingan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun