Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

CMP 38: Orang-Orangan Sawah

2 Januari 2022   09:56 Diperbarui: 2 Januari 2022   09:59 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Agung sedikit lebih cepat dari jadwal ketika dia meninggalkan Merak. Menghirup air mineral dari botol plastik, mengemudi ke selatan meninggalkan kesibukan pelabuhan beberapa kilometer di belakang. Menyeka bibirnya, dia meletakkan borol mineral di dashboard. Boneka badut yang tergantung di kaca spion depan bergoyang-goyang pelan.

Dia baru dua hari dalam perjalanan besarnya, menuju Garut dan pekerjaan barunya, meninggalkan Medan selamanya, dengan senang hati.

Sumatera tidak terlalu ramah padanya. Bulan lalu dia kehilangan pekerjaannya, kekasihnya, dan dia akan kehilangan mobilnya jika dia tidak memutuskan untuk keluar secepatnya dari kejaran debt collector tepat di depan hidung mereka.

 Ketika dia melihat tanda keluar jalan tol ke Cilegon Barat, dia memutuskan untuk melakukan sedikit petualangan.  

Tapi sekarang dia kembali ke timur, kembali ke rumah, di mana dia harus menelan harga dirinya dan mengakui kepada keluarga dan teman-teman lamanya bahwa Medan bukanlah surga yang dia katakan kepada mereka, jauh di masa lalu. Agung telah membuat mereka menjauh dengan seringai sombong di wajahnya.

Tapi tak mengapa, setidaknya dia mengerti orang-orang di rumah. Dia tahu mereka akan berterus terang padanya, akan mengolok-oloknya hingga gosong, dan kemudian mereka akan menerimanya kembali, seakan-akan dia tidak pernah pergi meninggalkan kandang.

Orang-orang Medan... tak pernah tahu apa yang mereka pikirkan. Namun, itu bukan masalah lagi. Sepupunya telah berjanji padanya untuk memberinya pekerjaan di bengkel di kota tempat dia dibesarkan, apa pun yang dia butuhkan untuk bangkit kembali.

Keluar dari jalan dan berputar-putar tak mengindahkan rambu-rambu sampai ke jalan berliku yang melintasi petak-petak kolam ikan, berbelok menjauh hingga truk-truk tampak seperti semut yang merayap melintasi lembah hijau di kejauhan. Setelah beberapa kilometer, dia berhenti di ujung jalan desa, menikung dari jalan beraspal tanpa rambu lalu lintas.

Agung berhenti di ujung tikungan dan keluar dari mobil. Dia terkejut bahwa udara tidak terlalu panas, meskipun hari itu cerah di bulan Mei. Angin sepoi-sepoi yang turun dari perbukitan datang dari laut selatan, bersiul di sekitar antena radio mobil, tetapi selain itu benar-benar sunyi.

Hari Minggu di luar musim turis, jadi seluruh dunia untuk dirinya sendiri. Ada dinding beton rendah di dekat parit irigasi. Dia berjalan ke sana dan duduk, menikmati matahari mengelus wajahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun