Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hamil

2 Desember 2021   20:40 Diperbarui: 2 Desember 2021   20:52 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku tidak percaya pada hantu. Aku harus mengatakan itu di sini, sekarang, sebelum melanjutkan kisah ini.

Ibuku masih berbicara tentang betapa 'berhantu'-nya rumah yang kami tempati saat aku tumbuh dewasa, tetapi aku bersumpah demi Tuhan, aku tidak pernah melihat satu pun. Pikiran tentang seseorang yang sakratul maut kemudian berkeliaran di tempat yang sama tidak pernah masuk akal bagiku. Mungkin aku tidak mudah takut, atau mungkin aku hanyalah skeptis.

Tapi sekarang, setelah semua yang terjadi, aku akhirnya mengerti. Ini bukan tentang suara-suara atau bayangan dalam gelap. Ini tentang gema yang ditinggalkan oleh rasa sakit dan patah hati.

Ketika Karin hamil, awalnya aku tidak mengetahuinya. Maksudku, siapa pun bisa sakit, kan? Muntah-muntah. Tentu hal yang normal.

Aku akan menceritakan kepadamu tentang detailnya, tetapi inilah yang perlu kamu ketahui. Namanya---putra kami itu---Adam. Ya, kami memberinya nama. 

Aku sebetulnya ingin menunggu sampai dengan kelahirannya seperti tradisi yang berlaku, tetapi Karin hanya bisa bertahan seminggu saja. Begitu kami tahu, begitu kami melihat detak jantung kecil itu, istriku harus tahu siapa namanya.

Ya Tuhan, betapa mudahnya jika dia belum diberi nama!

Dan kemudian Karin keguguran. Aku tahu bahwa para dokter dan spesialis kandungan memberitahu kami bahwa 'kami' kehilangan Adam.

Tapi semua itu omong kosong.

Aku tidak merasakan dia seperti yang dia rasakan. Memang, aku merasakan beberapa tendangan kecil di sana-sini, cukup untuk membuatku tertawa. Karin bersumpah bahwa dia bisa mengetahui banyak hal tentang Adam dari cara dia bergerak. Katanya, mungkin Adam akan menjadi atlet, sama seperti ayahnya. Tidak, kami tidak kehilangan apa pun. Karin yang melakukan semuanya untuk kami berdua.

Hal lain yang dikatakan para spesialis adalah, bahwa pria membutuhkan waktu lebih lama untuk benar-benar membuat ikatan dengan anak mereka. Yang satu ini aku percaya. Aku perlu memeluknya, untuk menggendong dan mengayun-ayunkannya, atau mendengarnya tertawa. Merasakan jari-jari mungilnya mencengkeram jariku dengan erat. Namun, aku tak pernah mendapat kesempatan.

Meski begitu, aku mengerti betapa besar kekecewaan Karin. Tidak ada yang merasakan apa yang dia lalui, dan sejujurnya aku tidak memiliki imajinasi untuk membayangkan sesuatu yang lebih menyiksa yang patut dialami manusia.

Pada awalnya, Karin menolak untuk membicarakannya. Untuk membicarakan apa pun.

Selama bulan pertama, dia tidak makan atau minum atau bahkan mandi. Aku memperhatikannya hari demi hari semakin layu. Dia bagai mawar Valentine di Hari Kemerdekaan.

Aku tetap bekerja, move on, mencoba mempertahankan kelangsungan kehidupan kami berdua. Tetapi aku kalah.

Aku mencintainya lebih dari yang bisa kukatakan, tapi aku kalah. Dan tidak ada cinta yang bisa mengubah fakta itu.

Bahkan sekarang, meski menyakitkan untuk mengakuinya, tetapi emosiku mulai hilang.

Suatu malam, aku memaksanya ke kamar mandi, berteriak. Dia mencakar dan memukul, bahkan menggigit. Tapi aku tidak mundur.

Ini harus berhenti entah bagaimana, entah dengan cara apa.

Aku berusaha menjangkau jiwanya, berusaha terlalu keras untuk mengubah sesuatu yang tidak dapat diubah. mengeringkan samudra dengan sendok. Dia terjebak ke dalam pelukanku dan perlawanan darinya berakhir.

Kami melewati titik balik malam itu. Perubahan yang terjadi di antara kami sangat halus.

Dia mulai menghindari sentuhanku dan menjauh jika aku berani menyentuhnya di tempat tidur. Kami seperti dua orang yang tak saling kenal.

Aku tak tahu berapa lama keadaan seperti ini bisa bertahan. Mungkin selamanya.

Seperti yang kukatakan, aku sangat mencintainya. Dan meskipun aku tidak bisa mengatakan bahwa aku bahagia, aku tetap tidak bisa mematikan perasaanku. Kami baru saja terjebak ke dalam cara hidup yang baru, meskipun 'tidak hidup' mungkin lebih tepat. Sebuah kenyataan baru telah menimpa kami seperti lahar Vesuvius menutupi mayat, dan kami menerimanya.

Kami kini adalah pemimpi yang berjalan dalam tidur, zombie yang tak lagi memikirkan tentang kehidupan. Ditakdirkan untuk menjalani siklus kerja, tidur, kerja, tidur, yang tak ada habisnya.

Aku masih ingat pagi ketika perubahan itu datang.

Aku masih tidur terlentang, beberapa menit sebelum alarm berbunyi, ketika aku mendengarnya menangis di kamar mandi. Aku melompat dari tempat tidur dan menemukannya duduk di toilet dengan air mata mengalir di pipi.

Aku panik, bahkan putus asa, ketika aku mencoba mencari tahu apa yang salah.

Kemudian aku sadar bahwa dia bukan menangis.

Karin sedang tertawa. Mata merahnya berseri-seri saat air mata mengalir.

"Dia di sini," katanya sambil mengelus perutnya yang kurus langsing seperti sebelum hamil.

"Siapa?"

"Adam," katanya sambil tersenyum. "Aku masih hamil."

Maka hari baru dimulai.

Karin hidup kembali, bersemangat dan bahagia. Bersemangat menyambut setiap fajar datang.

Dia kembali menjadi dirinya sendiri sekali lagi.

Apakah aku sudah mengatakan sebelumnya bahwa kami tidak saling bersentuhan satu sama lain sejak Adam meninggal? Dan aku tahu bahwa berhubungan badan adalah hal terakhir di dunia yang ada dalam pikirannya.

Jadi, kamu tahu, Karin tidak mungkin hamil.

Itu yang aku tahu.

Apa yang dapat aku lakukan? Aku mempertimbangkan untuk memaksanya mendapatkan bantuan profesional, tetapi kenyataannya adalah, aku sama bahagianya dengan dia.

Aku tak tahu berapa lama kami bisa hidup dalam kebohongan yang mengerikan ini, tetapi aku tak peduli. Cinta bisa membuatmu melakukan hal-hal gila.

Baru minggu lalu, saat kami berbaring di tempat tidur, tanganku memeluk perutnya, dia tersenyum dan menatapku.

"Kamu merasakannya?"

Ya.

Sekarang aku tahu. Istriku, cintaku, tidak gila. Aku juga tidak.

Dan aku sudah bercerita terlalu banyak untuk tidak mengatakannya secara jelas kepadamu.

Tubuh istriku, rahimnya, menyimpan sesuatu yang luar biasa: hantu putra kami yang belum lahir.

Dia di tempat tidur sekarang, diam tenang. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi besok, tetapi aku merasa damai.

Aku yakin Adam juga demikian.

Kita hanya perlu menunggu dan melihat.

Bandung, 2 Desember 2021

Sumber ilustrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun