Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menunggu

2 Agustus 2021   21:13 Diperbarui: 2 Agustus 2021   21:16 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dan ya, aku tahu bahwa aku telah melakukannya berkali-kali dengan sengaja---salahnya sendiri kenapa terlalu ceroboh--- tapi kali ini aku bersumpah ini benar-benar kecelakaan.

Aku berjalan dan menatap laut, memikirkan negeri ajaib nun jauh di seberang samudra, tentang kapal bajak laut dengan kapten pemberani, tentang putri duyung yang cantik bertelur di bawah pohon kelapa di pasir pantai yang lembut. Jadi aku tidak sedang memperhatikannya.

Karena sedang merenung, aku tidak sengaja menginjak sandal jepit si bodoh dan dia jatuh. Itu tidak membuatnya kesakitan. Jatuhnya ke pasir, kok!

Tapi dia melompat dan mulai menangis, lalu dia memukulku dengan keras tepat di perut. Tapi itu bahkan bukan bagian yang terburuk, karena dia memukul seperti banci.

Tidak, yang paling buruk adalah ketika dia memanggilku ... yah, aku bahkan tidak akan mengulangi kata-katanya, karena pernah satu kali aku mengatakannya dengan keras, ibu mencuci mulutku dengan sabun, menghukumku mengepel seluruh lantai rumah. Dan masih ditambah ceramah dari Ayah sepulangnya dari kantor.

Kalian tahu, ceramah Ayah mungkin adalah bentuk hukuman terburuk yang pernah ada di dunia karena dia terus bicara dan terus bicara dan terus bicara ....

Ngomong-ngomong, si bodoh memanggilku ... kata itu, dan aku berpikir, oh oh, ini dia! Dia akan mendapatkan ceramah dari Ayah!

Jadi, bayangkan betapa terkejutnya aku, lebih tepat 'trauma' dari pada terkejut, ketika Ibu dan Ayah membentakku! Mereka bahkan tidak mau mendengarkan ketika aku memberi tahu mereka bahwa itu benar-benar kecelakaan. Dan ketika aku menunjukkan betapa kurang ajarnya dia memanggilku dengan kata itu. Tapi mereka tidak melakukan apa pun!

Maka, aku berdiri di dekat tembok pagar ini dan memutuskan untuk mengabaikan mereka semua, sampai mereka meminta maaf. Atau aku akan di sini selamanya, karena pemandangannya indah

Dan terkadang kamu harus membela dirimu jika dirimu benar. Itu kudapatkan langsung dari salah satu ceramah Ayah.

Jadi aku akan tetap di sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun