Aku baru saja hendak bangkit untuk mengamati efek obat yang kuberikan, ketika tangan kirinya meraih pergelangan tanganku. Aku menjerit, mencoba menarik tanganku saat matanya terbuka dan mulutnya meludahkan ramuan dengan kecepatan tinggi. Dengan tangannya yang lain, mbah Sarkun yang kini sadar sepenuhnya meraih tongkat galih asam di sampingnya dan mulai memukuli kepalaku yang botak dicukur habis sebagai syarat menjadi muridnya.
"TOLOL! GOBLOK! BEGO! BAWANG PUTIH ... BAWANG PUTIH DAN SUSU UNTUK EPILEPSI, IDIOT!" dia berteriak sambil memukulku.
Dengan punggung masih di lantai, tangan kirinya menarik pergelangan tanganku, memaksaku kembali berlutut di sisinya.
Â
Cakung, 11 April 2020