Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Murid Mbah Dukun

1 Juli 2021   20:44 Diperbarui: 1 Juli 2021   20:52 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
academyforwitches.co.uk

Mbah Sarkun menyuruhku untuk melafalkan mantra yang baru saja diajarkannya padaku.

Aku baru membaca setengahnya sambil tergagap-gagap menelan ludah, ketika dukun yang dipanggil mbah meski belum terlalu tua itu jatuh ke lantai papan.

Aku membeku selama beberapa detik. Bibirku bergetar sementara tubuhnya menggelepar di hadapanku. Ketika akhirnya tersadar, pikiranku segera berputar-putar dalam labirin pilihan berganda yang rumit untuk menyelamatkan situasi aneh ini.

Berbagai mantra untuk mengusir roh jahat berkelebat dalam pikiranku. Juga perhitungan bahan berbagai ramuan penyembuh berdesing kencang satu sama lain. Di salah satu urat sarafku, kenangan tentang upacara pengusiran setan yang melibatkan cambuk dan tongkat naik ke permukaan dari alam bawah sadar.

Mbah Sarkun tidak pernah memberitahuku bagaimana jin atau makhluk halus lain bisa merasuki dirinya. Hal ini berada di luar kemampuan atau pemahaman spiritualku. Aku belum memiliki kekuatan untuk mengendalikan makhluk halus, tidak seperti guruku.

Saat aku berdiri dengan kebingungan di hadapannya, ada pemikiran bahwa dia, mungkin, sedang mengajari aku prosedur memasukkan jin ke dalam tubuh. Tapi begitu pikiran itu datang, detik itu juga langsung kubuang. Aku mulai menggali lebih dalam lagi berbagai solusi yang mungkin untuk mengatasi kondisi guruku yang masih terus mengejang.

Ada daun singkong untuk mengobati demam, diare dan 'penyakit akibat ditepuk jin' seperti yang diajarkannya. Daun pegagan digunakan untuk mengobati lemah otak yang 'disebabkan gangguan makhluk halus'. Lidah buaya untuk mengatasi guna-guna. Daun kelor untuk memusnahkan ilmu kebal. Batang keladi dicelupkan ke dalam air dan dimasukkan ke tenggorokan pasien untuk mengempiskan perut yang bengkak karena santet.

Sejauh pelatihan selama tiga minggu yang telah kujalani, tidak ada ramuan herbal untuk mengatasi kemasukan roh halus.

Kaki kanan mbah Sarkun menendang teko kopi hingga terguling dan menumpahkan isinya, membuatku tersentak dari lamunan tentang solusi ramuan herbal.

Dikuasai oleh rasa takut yang sangat akan terjadi hal yang buruk jika aku tidak segera bertindak, tanpa pikir panjang lagi aku mencampur daun singkong, daun pegagan, lidah buaya, daun kelor dan mulai menumbuk. Karena tak sempat lagi mencari air, aku mengaduk semuanya dengan ludahku.

Dengan kecepatan tinggi yang dipacu oleh ketakutan akan kehilangan mbah Sarkun, aku berlari menuju tubuhnya yang menggelepar dahsyat di lantai. Sambil berlutut, dengan menutup mata aku mengucapkan berbagai mantra yang telah kupelajari, membuka mulutnya, lalu menuangkan ramuan hasil olahanku ke sela-sela bibirnya.

Aku baru saja hendak bangkit untuk mengamati efek obat yang kuberikan, ketika tangan kirinya meraih pergelangan tanganku. Aku menjerit, mencoba menarik tanganku saat matanya terbuka dan mulutnya meludahkan ramuan dengan kecepatan tinggi. Dengan tangannya yang lain, mbah Sarkun yang kini sadar sepenuhnya meraih tongkat galih asam di sampingnya dan mulai memukuli kepalaku yang botak dicukur habis sebagai syarat menjadi muridnya.

"TOLOL! GOBLOK! BEGO! BAWANG PUTIH ... BAWANG PUTIH DAN SUSU UNTUK EPILEPSI, IDIOT!" dia berteriak sambil memukulku.

Dengan punggung masih di lantai, tangan kirinya menarik pergelangan tanganku, memaksaku kembali berlutut di sisinya.

 

Cakung, 11 April 2020

Sumber ilustrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun