Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lampu Rumah Tua

10 Juni 2021   21:10 Diperbarui: 10 Juni 2021   21:14 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kenapa kamu tidak bisa bicara?" anak-anak di sekolah bertanya.

Saya bisu, tulis Mahesa.

"Apa artinya?"

Artinya saya tidak bisa bicara.

Kenapa kamu tidak bisa bicara?

Aku tidak bisa.

Selalu begitu. Mahesa tidak bisa tertawa dengan teman-temannya---bukan karena dia punya selera humor---tidak bisa bernyanyi bersama, dan tidak bisa berbicara dengan gadis yang menurutnya cantik tanpa tiba-tiba si gadis berpaling dan mencambuknya dengan kuncir kuda panjang saat menjauh pergi. Dia semakin membenci anak-anak lain, dan terkadang, dia bukan berharap dia bisa berbicara, tetapi semua orang bisu seperti dia.

Saat menurunkan bantalnya, kilatan cahaya menyala, padam dengan jeda tetap menyeruak dari tirai jendela. Pola yang menenangkannya, dan dia mengamatinya dalam diam. Menurunkan kakinya ke lantai, meluruskan piyama bercorak harimaunya dan melangkah ke jendela.

Mahesa membuka tirai dan naik ke kusen jendela untuk melihat lebih baik. Terkejut dengan caranya yang sunyi tanpa bunyi, dia berjongkok dengan tangan menempel di kaca, mulutnya setengah terbuka menunjukkan kepolosannya yang kekanak-kanakan saat menatap keanehan di atas bukit.

Mahesa bahkan tidak suka melihat rumah itu di bawah cahaya matahari siang hari, karena dia selalu merasakan semacam bayangan aneh yang berkelok-kelok melintasi jendela buram, mengawasinya. Rumah itu, menurut Mahesa, dengan kepastian yang hanya bisa diyakininya melebihi logika, adalah tempat persembunyian makhluk-makhluk mimpi buruknya. Penghuni mimpi buruk semua anak-anak.

Ketika anak-anak di lingkungan sekitar mendapat mimpi buruk yang terlalu banyak, tidak akan tersedia cukup ruang untuk monster lagi, maka mereka semua keluar dan meneror anak-anak. Tenggorokan Mahesa gatal oleh keinginan untuk menjerit saat membayangkan badut iblis menggoreskan cakar yang setajam silet di kaca jendelanya, tawanya kering melengking, mengendap-endap, meneteskan darah anyir hitam mengilat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun