Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lift

9 Juni 2021   21:24 Diperbarui: 9 Juni 2021   21:39 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dwika juga. Selalu sama. Menunggunya. Sudah bertahun-tahun, dan bertahun-tahun.

Apa itu tahun? Dia tidak tahu.

Tahun-tahun dalam hidup lebih dari tahun yang ada di benakmu. Buat beberapa orang, sebaliknya.

***

Jadi mereka berdebat. Nena tak lagi penyabar seperti dulu.

"Kamu harus belajar hidup tanpaku! Jangan sedikit-sedikit meneleponku setiap kali ada masalah."

Dwika menatap mesin cucinya. Air menggenang di dalamnya. Sabun bubuk ditaburkan di genangan air, berputar, menebarkan aroma lavender yang samar.

"Aku tidak tahu harus menelepon siapa lagi." Dia menutup matanya untuk mengendalikan perasaannya. Membukanya untuk melihat Nena membersihkan lantai. Lantai keramik berkilau seperti mata wanita yang dicintainya.

"Tapi kamu bisa hidup sendiri selama ini. Tidak ada alasan untuk meneleponku jika hal seperti ini terjadi. Hubungi aku hanya untuk keadaan darurat." Senyumnya terpaksa.

Dwika mengangguk. "Baik, Nena. Aku mengerti."

Nena itu bersiap untuk pergi, tapi Dwika belum siap untuk ditinggal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun